Peperangan di era modern menunjukkan karakteristik yang mengabur dan bercampur,
baik dalam hal keterlibatan aktor dan/atau instrumen yang digunakan, membuat kita
berkutat dalam zona abu-abu antara perang dan damai. Hal inilah yang tergambar dalam
konsep perang hibrida dalam ilmu Hubungan Internasional. Konsep ini mengakomodasi
unsur kapabilitas konvensional, formasi dan taktik tak reguler, teroris, dan aksi kriminal.
Diperkenalkan pada tahun 2007 oleh mantan perwira Amerika Serikat, Frank Hoffman,
konsep ini mendapatkan momentum puncaknya mulai tahun 2014. Kala itu, dunia
internasional diramaikan oleh manuver politik Rusia dalam Krisis Ukraina. Sejak saat itu,
konsep ini semakin sering dibahas secara akademis dan biasanya menyebutkan aksi Rusia
sebagai contoh kasus utama. Namun, pendapat lain menyatakan bahwa konsep perang
hibrida ala Barat ini dianggap kurang tepat untuk menjelaskan aksi Rusia yang demikian.
Maka dari itu, muncullah konsep Gibridnaya Voyna atau perang non-linear ala Rusia,
yaitu sebuah doktrin perang yang diilhami dari Jenderal Rusia bernama Valery
Gerasimov (Doktrin Gerasimov). Kehadiran konsep perang hibrida dalam dua perspektif
berbeda ini pun mendominasi perdebatan akademis arus utama. Sejak kemunculannya
hingga sekarang, konsep perang hibrida ini terus diperdebatkan esensinya. Maka dari itu,
tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk meninjau bagaimana perdebatan literatur akan
konsep tersebut berkembang. Tulisan ini meninjau 60 literatur terakreditasi internasional
mengenai konsep perang hibrida. Menggunakan metode taksonomi, literatur-literatur
tersebut terbagi ke dalam tiga kategori tematis, yaitu: (1) tinjauan konsep perang hibrida,
berdasarkan sudut pandang Barat dan Rusia; (2) aktor-aktor yang terlibat dalam perang
hibrida; dan (3) relasi perang hibrida dengan terma peperangan lainnya. Dari tinjauan
pustaka yang dilakukan, tulisan ini lalu berupaya untuk menyingkap konsensus,
perdebatan, serta kesenjangan literatur yang ada dalam perdebatan konsep tersebut.
Selanjutnya, tulisan ini turut menampilkan sejumlah tren dalam perkembangan literatur
konsep perang hibrida yang ada, seperti tren yang didasarkan pada: (1) latar belakang
historis; (2) persebaran tema yang diangkat; (3) sudut pandang aktor; dan (4) posisi
akademis. Dari identifikasi demikian, diketahui bahwa tinjauan konsep perang hibrida
menjadi tema mayoritas dalam perdebatan literatur, dengan realisme sebagai paradigma
yang paling dominan digunakan oleh para cendekiawan. Terakhir, tulisan ini
menghadirkan beberapa rekomendasi bagi berbagai pihak ke depannya dalam konteks
hadirnya konsep perang hibrida, baik dalam segi akademis, empiris, maupun praktis.
Deskripsi Lengkap