17 Desember 2014 menjadi momentum normalisasi hubungan AS dan Kuba yang sempat terhenti
secara diplomatis pada 1961. Keputusan itu diambil oleh AS akibat Revolusi Kuba pada 1959 yang
tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasinya. AS mengeluarkan beberapa kebijakan yang
bertujuan untuk menggulingkan rezim Fidel Castro melalui Cuban Democracy Act (Torricelli Bill)
dan Cuban Liberty and Democratic Society (Helms-Burton Act). Oleh karena itu, tulisan ini akan
berusaha meninjau faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dari normalisasi hubungan AS-
Kuba. Melalui metode taksonomi, penulis membagi faktor-faktor tersebut melalui lima kategori
yaitu 1) peran kawasan dan organisasi Amerika Latin serta Karibia, 2) peran Cuban American
National Front (CANF), 3) peran restrukturisasi politik dan ekonomi Raul Castro, 4) peran
Vatikan, dan 5) faktor-faktor pendorong lainnya. Berdasarkan pembagian tersebut, penulis
menemukan lima konsensus yaitu 1) Semua tulisan mengkritik embargo ekonomi terhadap Kuba,
2) CANF sebagai kelompok lobi memiliki peran untuk memobilisasi suara, 3) munculnya
organisasi regional yang tidak mengikutsertakan AS, 4) adanya perubahan regionalisme kawasan
menjadi post-liberal/post-hegemonic, dan 5) pemerintahan Obama yang mengedepankan
penggunaan soft power. Tidak hanya konsensus, ada pula dua perdebatan yang ditemukan.
Pertama, kesuksesan restrukturisasi ekonomi dan sosial Kuba yang masih dipertanyakan. Kedua,
adanya perdebatan terkait motivasi apa yang dimiliki Vatikan sebagai mediator normalisasi AS-
Kuba. Walaupun bahasan mengenai peran kawasan dan organisasi Amerika Latin serta Karibia
merupakan bahasan yang dominan, penulis berargumen bahwa peran individu dalam normalisasi
AS-Kuba menjadi faktor pendorong terkuat dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Melalui
tinjauan ini, penulis juga melihat bahwa tulisan tentang normalisasi AS-Kuba masih didominasi
dengan tulisan argumentatif dan kurang beragam dalam penggunaan perspektif.
Deskripsi Lengkap