Tesis ini membahas kasus perpindahan suara dalam Pemilihan Umum Presiden tahun
2014 dan 2019 yang merupakan pertandingan ulang antara Jokowi dengan Prabowo.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana perubahan suara para
milenial urban pelajar pendidikan tinggi sebagai unit analisis, serta untuk mengetahui
apakah media sosial berkontribusi dalam pengambilan keputusan tersebut.
Menggunakan pendekatan Columbia dan Michigan dalam model sosial psikologis,
kebaharuan yang disajikan adalah adanya perubahan konsep komunikasi massa yang
telah bergabung dengan komunikasi interpersonal dalam konsep mass self-
communication. Penelitian dilakukan secara kualitatif dalam paradigma post-positivism
dengan metode holistic single-case study. Analisis dilakukan dengan teknik analisis
pattern-matching logic dengan logika pencocokan pola model sosial dan psikologis.
Hasil penelitian menunjukkan variabel sosial yang berkontribusi adalah agama dan etnis
dari pemilih dan keluarga pemilih. Terkait dengan variabel psikologi, penelitian ini
menunjukkan tidak adanya identifikasi partai, yang ada adalah evaluasi kandidat dan
orientasi isu. Preferensi isu yang diinginkan adalah isu Hak Asasi Manusia dan Isu
Perempuan. Kinerja petahana dipandang baik dalam infrastruktur dan buruk dalam
manajemen manusia serta anggaran. Penantang memiliki koherensi identitas yang
berbeda dengan kontestasi Pilpres 2014. Meme politik menjadi gerbang diskusi dalam
kelompok sosial serta pencarian lebih lanjut dalam mengetahui identitas kandidat.
Kemampuan kandidat dalam debat sangat berkontribusi dalam proses penetapan
keputusan pemilih. Millenial swing voters tidak melakukan mass self-communication
jika itu terkait dengan politik karena tidak ingin identitas politik mereka diketahui
pengguna media berita daring dan media sosial.
Deskripsi Lengkap