Pandemi Corona Virus Disease 2019, disingkat Covid-19, yang mewabah di seluruh
negara di dunia menjadi alasan utama Kerajaan Saudi Arabia (KSA) untuk menutup
sementara akses masuk wilayah negaranya dari semua warga asing sampai waktu yang
tidak ditentukan. Untuk pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama,
kebijakan KSA ini pada gilirannya menjadi awal krisis nasional bagi penyelenggaraan
ibadah umrah dan ibadah haji. Akibat dari dikeluarkannya kebijakan KSA itu adalah
ditundanya keberangkatan calon jemaah umrah Ketika pandemi Covid-19 tengah
memuncak hingga akhirnya Kementerian Agama RI mengeluarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada
Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2020 M /1441 H. Dalam situasi krisis seperti itu,
praktik komunikasi yang efektif sebagai bagian dari manajemen komunikasi krisis
menjadi hal vital yang tak bisa diabaikan. Tanpa praktik komunikasi yang efektif, bisa
dibayangkan betapa keresahan lebih dari 220 calon Jemaah haji tahun 2020 yang gagal
berangkat ke tanah suci akan meledak menjadi amarah dalam skup nasional. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini berusaha menganalisis penanganan
krisis yang dilakukan Kementerian Agama RI dalam perspektif komunikasi dengan
mengacu pada model Crisis and Emergency Risk Communication (CERC). Penelitian ini
membagi tahapan krisis ke dalam empat tahap menurut Steven Fink, yaitu tahap
prodromal, tahap akut, tahap kronis dan tahap resolusi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam menangani krisis yang terjadi, Kementerian Agama RI tidak
sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dan pada gilirannya
berakibat pada semakin meradanganya krisis yang terjadi dan kurangnya kepercayaan
publik terhadap pemerintah.
Deskripsi Lengkap