Tesis ini membahas eksklusi sosial terhadap akses tanah yang melibatkan mantan GAM
sebagai aktor pelaku serta korban. Studi kualitatif ini mengangkat studi kasus di Kota
Langsa, Aceh Besar dan Aceh Utara. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan peta
kekuatan politik GAM. Hasil observasi, studi ini membagi kelompok GAM berdasarkan
tiga golongan yaitu; elit, menengah dan marginal. Argumentasi tesis ini adalah eksklusi
terhadap kalangan marginal mendorong terjadinya eksklusi lain. Eksklusi adalah bentuk
adaptasi dengan cara mengeksklusi pihak lain. Studi ini menggunakan pendekatan
power of exclusion yang melihat diekslusinya seseorang disebabkan oleh empat power
yaitu regulasi, legitimasi, market dan force yang terjadi melalui proses licensed
exclusion dan intimates exclusion. Hasil penelitian menunjukan penggunaan kekuasaan
elit GAM pasca konflik berdampak terhambatnya kalangan marginal GAM dari pada
program land settlement sehingga mendorong munculnya ragam ekskusi yang lebih
kompleks pada beberapa daerah. Realisasi program land settlement menunjukkan
potensi eksklusi terhadap marginal GAM. Relasi legitimasi dan market dalam intimate
exclusion di Langsa menunjukkan cara marginal GAM mengakses tanah melalui
legitimasi solidaritas sesama GAM. Kasus Aceh Besar, relasi force dan legitimasi dalam
land reform menunjukkan cara marginal GAM mengokupasi tanah korporasi. Praktik
inklusi yaitu upaya marginal GAM mengikutsertakan masyarakat dalam land reform
adalah manifestasi dari berkerjanya modal social bonding. Kekuatan lingkungan juga
berkontribusi terhadap tereksklusinya kalangan GAM dari akses tanah. Sedangkan
licensed exclusion di kasus Aceh Utara menunjukkan cara jaringan patronese GAM
vii Universitas Indonesia
yaitu elit GAM lokal dengan relasi elit GAM di tingkat Pusat yang mengakses tanah
melalui regulasi dalam bentuk konsesi.
Deskripsi Lengkap