Di tengah intoleransi yang sedang berkembang di Tasikmalaya, Jawa-Barat, yang sedang
berkembang, mulai muncul penanaman nilai-nilai toleransi. Beberapa studi sebelumnya
menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya peran institusi negara, kurikulum
formal dalam institusi pendidikan, dan peran dari guru dalam menanamkan nilai-nilai
toleransi kepada peserta didik. Namun, kami melihat bahwa toleransi itu juga ditanamkan
oleh lembaga pendidikan berbasis Islam (pesantren) kepada peserta didik (santri) melalui
kurikulum terselubung. Kurikulum terselubung yang diterapkan yaitu ajaran tanbih yang
merupakan pedoman pesantren yang mengajarkan nilai-nilai luhur hidup rukun antar
sesama umat manusia. Tanbih disebarkan melalui saluran pendidikan kepada para santri
dan sekolah rintisan pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa dalam berbagai kasus tertentu, dalam institusi pendidikan berbasis agama seperti pesantren, nilai-nilai toleransi diajarkan melalui kurikulum terselubung. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, studi pustaka, dan wawancara mendalam dengan pimpinan pesantren, guru, peserta didik, dan santri dari salah satu pesantren yang memiliki pengaruh cukup penting di Tasikmalaya, pada Pondok Pesantren Suryalaya. Berdasarkan temuan data di lapangan bahwa penanaman tanbih kepada peserta didik masih menemukan keragaman dampak terhadap sikap toleransi. Secara analisis teoritik melalui kurikulum terselubung, penanaman nilai-nilai tanbih di lingkungan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Suryalaya perlu dioptimalkan kembali karena pada dasarnya terdapat kondisi nilai-nilai tradisional yang melekat kuat pada komunitas agama di Tasikmalaya dan secara umum di Indonesia.
Deskripsi Lengkap