Peningkatan kesejahteraan dan usia, membawa pada ketakutan, ancaman dan penderitaan
baik fisik maupun jiwa bagi setiap orang. Moralitas agama dijadikan pilihan utama
sebagai wahana untuk mengurangi segala penderitaan. Konsep masa depan diwujudkan
dalam masa sekarang atau what is over there and forever must also be reflected in here
and now. Konsekwensinya mereka hidup dalam imperatif. Fenomena ini membawa
banyak benturan dalam realitas kehidupan sehari-hari. Tujuan penulisan ini memberikan
gambaran bahwa kehidupan imperatif tersebut dapat berubah menuju sebuah etika
kehidupan. Subyektivitas adalah bentuk yang harus dibangun tanpa mengubah imperatif
yang telah berjalan. Manusia tidak lagi menjadi obyek moralitas tetapi menjadi subyek
dari etika. Tersembunyi dan terpendam dalam diri manusia, bangkit dalam situasi dan
kondisi tertentu. Bentuk subyektivitas ini dibangun dari elaborasi moralitas yang berasal
dari religi, bercampur dengan pengalamannya sehari-hari yang direfleksikan, membentuk
pemahaman baru yang saling berhubungan dan pada akhirnya melahirkan sebuah
keyakinan dan menjadikan pandangan hidup yang baru. Pendisiplinan diri adalah sebuah
keharusan dalam mencapai upaya kemampuan memerintah diri sendiri untuk bernalar dan
membaca situasi secara cepat dan mengambil tindakan spontanitas. Tindakan tersebut
harus dapat diperspektifkan sama oleh orang pertama, kedua dan ketiga, inilah yang
disebut affordance. Perubahan pandangan hidup yang berdasarkan keyakinan baru inilah
yang ditularkan pada orang lain dan efektif bekerja dalam membawa orang lain berproses
bersama. Dengan menggunakan metodologi pengamatan terlibat, mengamati dan
memahami segala proses transformasi dari adab menuju akhlak pada olah raga pernafasan
Mahatma, membawa pada sebuah kesimpulan bahwa perwujudan dari ubyektifitas
adalah kemampuan pivot, kemahiran dalam mensiasati segala kondisi yang ada dengan
semangat pada pandangan hidup barunya.
Deskripsi Lengkap