Hubungan internasional tradisional yang sangat erat dengan perang, sistem anarki, dan
negara sebagai aktor utama, kerap dipandang sebagai studi yang ?maskulin?. Namun,
ilmu hubungan internasional mulai berkembang dengan menyertakan dimensi gender.
Penulis menilai bahwa konsep gender kerap digunakan untuk membatasi narasinya ke
dalam dikotomi maskulinitas dan femininitas. Oleh karena itu, tulisan ini hendak
meninjau bagaimana hubungan internasional dapat dikonstruksikan sebagai ilmu yang
maskulin, dan sebaliknya: bagaimana konstruksi maskulinitas memengaruhi ilmu
hubungan internasional, untuk menemukan titik tengah terhadap dilema-dilema yang ada
dalam sistem internasional. Tinjauan literatur ini menggunakan metode taksonomi
dengan meninjau 46 literatur akademik terakreditasi, yang dikategorisasikan ke dalam
empat tema besar, yaitu: 1) sejarah kajian maskulinitas, 2) maskulinitas dalam feminisme,
3) proyeksi maskulinitas dalam isu aktual hubungan internasional, dan 4) perkembangan
isu maskulinitas dalam hubungan internasional. Penulis kemudian memetakan konsensus
dan perdebatan yang ada terkait narasi maskulinitas dalam ketiga paradigma menonjol
dalam hubungan internasional, yaitu realisme, liberalisme, dan konstruktivisme. Penulis
menemukan bahwa konsep maskulinitas yang selama ini dinarasikan merupakan konsep
yang terlalu sempit untuk menjelaskan lingkup studi ilmu hubungan internasional, dan
merekomendasikan peninjauan kembali konsep maskulinitas beserta dengan dikotomi
gender agar mampu menjelaskan dinamika kompleks di dalam hubungan internasional
dengan lebih representatif.
Deskripsi Lengkap