Disertasi ini membahas tentang Pilot Proyek Model Klaster Kampung Berbasis Adat
dan Sumber Daya Alam, yang digagas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi untuk pemberdayaan masyarakat di Kampung Usku Distrik
Senggi Kabupaten Keerom Papua, melalui pemberian pengetahuan dan keterampilan
bercocok tanam secara budidaya di lahan pekarangan, dengan harapan masyarakat mau
menjadi petani menetap, tidak lagi berburu ke hutan, sehingga pemberian akses
kesehatan, pendidikan, dan teknologi informasi bisa lebih mudah diberikan. Penelitian
Disertasi ini bertujuan untuk menganalisis strategi pelaksanaan, kendala-kendala yang
dihadapi pada pelaksanaan pilot proyek Pemberdayaan Masyarakat Model Klaster
Kampung Berbasis Adat dan SDA, serta pengaruh Insensitivitas Budaya terhadap
ketidakberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui pilot proyek di Kampung Usku
tersebut. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, melalui studi kasus, dan
pengumpulan data dilakukan melalui indepth interview terhadap sejumlah informan
yang berasal dari tokoh dan masyarakat Kampung Usku, beberapa pejabat dari Disktrik
Senggi, Pemda Kabupaten Keerom, dan Kementerian Desa, PDTT. Analisis dilakukan
secara induksi untuk menemukan suatu konsep tentang model pemberdayaan yang
sesuai dengan kondisi masyarakat pada lokasi yang menjadi studi kasus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, tahapan-tahapan yang digunakan dalam pemberdayaan
masyarakat Model Klaster Kampung Berbasis Adat dan SDA kurang memperhatikan
aspek budaya masyarakat Kampung Usku. Kendala-kendala muncul baik dari
masyarakat setempat ataupun dari pemerintah dan pelaku pemberdayaan, yang hampir
semuanya terkait dengan budaya masyarakar setempat. Pada akhirnya, insensitivitas
terhadap budaya masyarakat lokal (Kampung Usku) ternyata menjadi faktor yang
mempengaruhi ketidakberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui pilot proyek
tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah, perlunya menyempurnakan Model Klaster Kampung Berbasis Adat dan SDA
sebagai model pemberdayaan masyarakat, dengan memasukkan sensitivitas budaya
sebagai unsur penting dalam menyusun desain, implementasi, dan evaluasi program
pemberdayaan masyarakat, serta menjadikannya sebagai unsur penting yang harus
dimiliki dan menyertai pelaku pemberdayaan (community worker) ketika bekerja pada
masyarakat.
Deskripsi Lengkap