Isu penjaga perdamaian merupakan isu yang dianggap sensitif oleh negara-negara
anggota ASEAN. Sensitivitas isu tersebut disebabkan oleh adopsi norma non-interferensi
dalam hubungan antar-negara di Asia Tenggara. Sensitivitas tersebut juga mengakibatkan
kerja sama penjaga perdamaian kurang dieksplorasi. Pada tahun 2011, Indonesia
menginisiasi pembentukan ASEAN Peacekeeping Centres Network sebagai kerja sama
penjaga perdamaian yang bersifat kolaboratif. Inisiasi tersebut cukup berlawanan dengan
sensitivitas regional terhadap isu penjaga perdamaian.
Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai faktor yang melatarbelakangi inisiasi
Indonesia dalam mendorong pembentukan ASEAN Peacekeeping Centres Network.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Untuk menjawab
permasalahan, penelitian ini menggunakan teori peran oleh K.J Holsti. Penelitian ini
berargumen bahwa inisiasi Indonesia dalam mendorong pembentukan ASEAN
Peacekeeping Centres Network merupakan performa peran Indonesia sebagai pemimpin
regional, khususnya dalam bidang penjaga perdamaian. Kepemimpinan ini terbentuk
karena dua faktor. Pertama, konsepsi peran nasional yang merupakan persepsi dari para
perumus kebijakan luar negeri. Kedua, preskripsi peran alter yang merupakan sistem
internasional di tingkat Asia Tenggara.
Deskripsi Lengkap