Industri fashion memiliki berbagai dampak negatif pada keadaan lingkungan, dan
ketimpangan sosial, dan ekonomi, terutama terkait model bisnis fast fashion.
Karenanya, muncul gerakan fashion berkelanjutan (sustainable fashion) yang
berusaha menyediakan solusi bagi permasalahan ini. Penelitian terdahulu
menunjukkan 50% konsumen tertarik dengan produk fashion berkelanjutan, namun
pangsa pasar akhir hanya berjumlah 1%. Sehingga, fashion berkelanjutan masih
dilihat sebagai ceruk pasar (niche market). Penelitian ini bertujuan untuk menggali
persepsi dari kelompok konsumen ceruk pasar akan fashion berkelanjutan, serta
pengemasan informasi fashion berkelanjutan yang disajikan kepada kelompok
konsumen dalam membentuk persepsi tersebut. Riset ini menggunakan adaptasi
model persepsi konsumen Wells & Prensky (1996), dengan melibatkan konsep
persepsi, stimuli, dan kelompok referensi. Beranjak dari paradigma
konstruktivisme, penelitian ini mengumpulkan data menggunakan metode
wawancara mendalam terhadap 5 orang perempuan yang secara sadar telah
mengkonsumsi produk fashion berkelanjutan dan atau mempraktikkan pola
konsumsi yang sesuai kaidah fashion berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa konsumen melihat fashion berkelanjutan sebagai lebih dari sebuah produk
yang bisa dibeli, melainkan sebuah praktik sebagai bagian dari gaya hidup.
Pemahaman dan praktik fashion berkelanjutan yang mengakar perlu dimiliki oleh
konsumen dan publik untuk menghindari persepsi fashion berkelanjutan hanya
sekedar tren. Jika tidak, akan berlawanan dengan filosofi ?berkelanjutan? itu sendiri.
Deskripsi Lengkap