Pada tahun 2001, Indonesia dinilai sebagai negara dengan inisiatif anti-pencucian uang
yang lemah oleh Financial Action Task Force (FATF) dan mengkategorikannya ke
dalam blacklist. Indonesia merespons dengan mengambil berbagai langkah reformasi
tata kelola domestik sehingga pada tahun 2015 dikeluarkan dari blacklist FATF,
menyoroti hubungan Indonesia yang membaik dengan institusi tersebut. Tulisan ini
menganalisis mengapa Indonesia melakukan tindakan demikian walaupun bukan
termasuk negara yang terlibat dalam pembentukkan FATF maupun sebagai anggotanya
di saat itu. Penelitian ini akan menggunakan metodologi penelitian kualitatif berbasis
studi literatur dan menggunakan konsep teori rezim sebagai landasan argumen.
Ditemukan bahwa sikap yang diambil Indonesia dipengaruhi oleh latar belakang FATF
sebagai badan khusus yang dibentuk Group of Seven dengan melihat peran dan
perspektifnya terhadap tata kelola global. Langkah Indonesia untuk memperkuat
kebijakan anti-pencucian uang dalam negeri merupakan penyesuaian negara terhadap
Rekomendasi FATF yang semakin diakui sebagai konsensus internasional. Disimpulkan
bahwa perkembangan yang terjadi di Indonesia menunjukkan hasil atau outcome dari
kehadiran rezim anti-pencucian uang internasional yang berdasarkan pada FATF.
Deskripsi Lengkap