Fenomena habib yang terjun dalam kegiatan politik bermula dari penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kemudian disusul berbagai demonstrasi para habib serta pencalonan Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Di wilayah Jagakarsa terdapat sosok Habib Idrus bin Hasyim Alatas yang memiliki modal sosial dan modal kultural untuk mendukung pasangan Anies-Sandi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui fenomena pemanfaatan modal sosial dan modal kultural Habib Idrus dalam mendukung pasangan Anies-Sandi, pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi, kemudian dianalisis menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menggunakan teori modal sosial yang digagas oleh Putnam dan modal kultural yang digagas oleh Turner. Pengambilan teori tersebut dikarenakan sudah sesuai dengan permasalahan penelitian yang fokus pada modal sosial dan modal kultural Habib Idrus bin Hasyim Alatas dalam memenangkan pasangan Anies-Sandi di Wilayah Jagakarsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial Habib Idrus bin Hasyim Alatas yakni adanya Yayasan Pesantren Assaadah yang menjadi motor penggerak perubahan di Wilayah Jagakarsa dan modal kultural Habib Idrus bin Hasyim Alatas yakni beliau sebagai keturunan Rasulullah SAW. Modal sosial dan modal kultural Habib Idrus bin Hasyim Alatas di implementasikan dalam JARKOMM (Jaringan Komunikasi Masjid dan Musholla) untuk melaksanakan kegiatan dakwah yang bertujuan untuk meningkatkan elektoral pasangan Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Implikasi teori dalam penelitian ini yaitu modal sosial Putnam dan modal kultural Turner menunjukkan adanya kesesuaian dengan praktek penggunaan modal sosial dan modal kultural Habib Idrus bin Hasyim Alatas untuk memenangkan pasangan Anies-Sandi.
Deskripsi Lengkap