Pemahaman tradisional mengenai artikulasi pengakuan merujuk pada deklarasi eksplisit oleh
sebuah negara untuk mengakui (atau tidak mengakui) status kenegaraan suatu entitas politik.
Pemikir kritis dalam Ilmu Hubungan Internasional memaknai definisi tersebut sebagai
sebuah simplifikasi. Alih-alih sebagai sebuah dikotomi, dekonstruksi pemikir kritis
memahami artikulasi pengakuan sebagai sebuah spektrum berderajat yang masing-masing
derajat tersebut memiliki implikasi tersendiri bagi negara yang terlibat dalam proses
artikulasi. Tulisan ini kemudian melakukan tinjauan literatur yang merangkum argumen
pemikir kritis dalam memahami artikulasi pengakuan internasional dan implikasinya
terhadap dinamika hubungan internasional kontemporer. Penulis terlebih dahulu memetakan
asumsi pasca-positivisme yang digunakan oleh pendekatan konstruktivisme,
pascakolonialisme, dan psikoanalisis dalam memahami fenomena artikulasi pengakuan
internasional. Penulis kemudian melakukan pengelompokkan argumen dalam bahasan
tematis. Bahasan tematis tersebut mencakup karakteristik artikulasi pengakuan, aktualisasi
pengakuan dalam kebijakan luar negeri, dan tendensi artikulasi pengakuan oleh negara dalam
dinamika politik global. Sintesis yang diturunkan penulis berdasarkan tinjauan literatur
adalah: i) fenomena artikulasi pengakuan telah menjadi dinamika hubungan internasional
yang dilakukan oleh entitas politik dalam waktu yang cukup panjang; ii) artikulasi pengakuan
internasional terhadap konstruksi identitas memiliki implikasi terhadap upaya perwujudan
kepentingan negara; iii) proses artikulasi pengakuan masih kental dengan nuansa
Eurosentrisme; dan iv) alur artikulasi pengakuan merupakan sebuah siklus yang dimulai dari
identifikasi kepentingan, konstruksi identitas, aktualisasi kebijakan luar negeri, hingga
akhirnya menjadi artikulasi pengakuan.
Deskripsi Lengkap