Indonesia adalah negara demokrasi dan hal itu tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2). Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus menjamin hak berekspresi masyarakatnya. Kebebasan tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Presiden Joko Widodo dalam periode pertama pemerintahannya menjadikan demokrasi sebagai salah satu agenda utama dalam Nawacita karena ingin memulihkan kepercayaan publik pada institusi- institusi demokrasi. Pemerintah menegaskan untuk tidak akan pernah mengekang kebebasan berpendapat dan mengatakan bahwa demokrasi Indonesia sudah maju. Bertentangan dengan hal itu, nyatanya sejak tahun 2019 parlemen berusaha untuk kembali memasukkan pasal Penghinaan Presiden ke dalam Rancangan Kitab Hukum Pidana (RKUHP) yang kemudian menimbulkan pertentangan di masyarakat. Selain masyarakat, sejumlah pakar hukum juga berpendapat pasal ini berpotensi mengkriminalisasi masyarakat dan mengakibatkan terkekangnya kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang menjadi salah satu ciri demokrasi. Skripsi ini berusaha memverifikasi kekhawatiran masyarakat bahwa Pasal Penghinaan Presiden pada RKUHP akan dapat mengekang kebebasan untuk mengekspresikan kritik terhadap Presiden dan Wakil Presiden, terutama melalui media sosial, yang mengakibatkan tidak terpenuhinya salah satu unsur utama dari demokrasi.
Deskripsi Lengkap