Bali Fintech Agenda adalah seperangkat 12 elemen kebijakan dari International
Monetary Funds atau IMF dan Bank Dunia untuk membantu negara anggotanya
memanfaatkan keuntungan dan peluang dari pesatnya perkembangan teknologi finansial
atau tekfin. Indonesia di sini sangat berperan cukup aktif terhadap agenda ini di saat
negaranya masih memiliki kendala dalam tekfin, masih tertinggal di dalam sistem dan
memiliki rekam sejarah yang kurang baik dengan IMF. Dalam menganalisis fenomena
ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduksi
atas teori tipe kepentingan nasional dalam kebijakan luar negeri oleh Donald Nuechterlein
didukung dengan data dari studi pustaka dan beberapa sumber primer serta sekunder.
Kebijakan luar negeri Indonesia terlihat sangat mendukung tata kelola tekfin global Bali
Fintech Agenda dengan menjadi tuan rumah dan mendukung adanya tata kelola tekfin
internasional sebelum dan bahkan sesudah agenda ini keluar. Penulis melihat peran aktif
ini didasari bahwa Indonesia memiliki kepentingan ekonomi yaitu untuk mendorong
pasar keuangan yang kompetitif, menjaga data konsumen, meningkatkan inklusi
keuangan pada individu dan pelaku UMKM, membuka lapangan kerja baru bagi generasi
milenial dan mendorong infrastruktur. Kepentingan tatanan dunia Indonesia untuk
mengatasi ketimpangan tekfin dan menunjukkan peran bridge builder dengan kerja sama
dalam sistem keuangan internasional. Kepentingan ideologi Indonesia adalah mendukung
nilai light touch dan safe harbour serta agenda inklusi keuangan yang sebenarnya bagian
dari ideologi neoliberalisme. Hanya kepentingan keamanan yang kurang terlihat dalam
isu ini dan yang ada hanya ekspektasi.
Deskripsi Lengkap