Deskripsi Lengkap

PengarangHanifah Nur Fadhila
JudulAbleism dan Pembentukan Kekerasan Simbolik terhadap Disabilitas (Studi Terhadap Representasi Atlet Dengan Disabilitas Dalam Film Rising Phoenix)
Pembimbing/SupervisorDr. Iqrak Sulhin S. Sos., M. Si
Bahasa UtamaInd
AbstrakRepresentasi media tentang disabilitas kerap kali dihadapkan dalam masalah misrepresentasi dan penggunaan bingkai yang merendahkan jika bukan mengenai masalah kurangnya representasi. Paralimpiade sebagai salah satu ajang terbesar dalam olahraga berpotensi membawa visibilitas mengenai disabilitas serta menjadi daya tarik besar bagi industri media. Namun, diskursus mengenai disabilitas telah lama berada dalam norma ableist. Maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk melihat lebih jauh mengenai ableism yang muncul dalam representasi Paralimpian atau atlet dengan disabilitas pada film dokumenter Rising Phoenix mengenai Paralimpian dan pengalamannya pada Paralimpiade. Temuan data yang didapat dari metode analisis diskursus kritis (CDA) dari Norman Fairclough menunjukkan bahwa representasi Paralimpian dalam film tersebut menunjukkan adanya mekanisme supercrip yang dibangun di sekitar Paralimpian. Hal ini ditemukan dalam penggunaan bahasan superlatif dan narasi pahlawan super. Menggunakan teori medan Bourdieu sebagai landasan teoretis, praktik representasi ini dapat dilihat sebagai ableism dan beroperasi serupa dengan apa yang disebut Bourdieu sebagai ―medan‖. Oleh karena itu, ableism memiliki kuasa unutk mengkonstitusi diskursus seputar disabilitas sekaligus mengkonstruksi dominasinya melalui kekerasan simbolik. Jenis kekerasan ini dilakukan dan dipertahankan oleh industri budaya karena merupakan sarana untuk menghasilkan keuntungan. Lebih dari itu, proses diskursif ini dapat dilihat sebagai hubungan yang merugikan dalam kriminologi konstitutif dan begitu pula konstruksi yang membangunnya.
Jenis BahanSkripsi
Kode BahasaInd
Catatan Umum
No. Induk0008-2022/ESK-KRIM
No. Barkod0008-2022/ESK-KRIM
Kata KunciDisability, ableism, representation, supercrip, symbolic violence
Kota TerbitDepok
Tahun2022
SubjekDisabilitas, ableism, representasi, supercrip, kekerasan simbolik
Tahun Buka Akses
Catatan Bibliografi
PenerbitFisip
PemilikJKUNINDFISIPUI
Pembatasan Akses
LokasiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Catatan Disertasi
Akses dan Lokasi ElektronikMiriam Budiardjo Resource Center
Sumber KoleksiMahasiswa
Deskripsi Fisik
Catatan Bahasa
No. Panggil0008-2022/ESK-KRIM Han a
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
0008-2022/ESK-KRIM Han a 0008-2022/ESK-KRIM TERSEDIA
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 78128
Sampul
Abstrak
Representasi media tentang disabilitas kerap kali dihadapkan dalam masalah misrepresentasi dan penggunaan bingkai yang merendahkan jika bukan mengenai masalah kurangnya representasi. Paralimpiade sebagai salah satu ajang terbesar dalam olahraga berpotensi membawa visibilitas mengenai disabilitas serta menjadi daya tarik besar bagi industri media. Namun, diskursus mengenai disabilitas telah lama berada dalam norma ableist. Maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk melihat lebih jauh mengenai ableism yang muncul dalam representasi Paralimpian atau atlet dengan disabilitas pada film dokumenter Rising Phoenix mengenai Paralimpian dan pengalamannya pada Paralimpiade. Temuan data yang didapat dari metode analisis diskursus kritis (CDA) dari Norman Fairclough menunjukkan bahwa representasi Paralimpian dalam film tersebut menunjukkan adanya mekanisme supercrip yang dibangun di sekitar Paralimpian. Hal ini ditemukan dalam penggunaan bahasan superlatif dan narasi pahlawan super. Menggunakan teori medan Bourdieu sebagai landasan teoretis, praktik representasi ini dapat dilihat sebagai ableism dan beroperasi serupa dengan apa yang disebut Bourdieu sebagai ―medan‖. Oleh karena itu, ableism memiliki kuasa unutk mengkonstitusi diskursus seputar disabilitas sekaligus mengkonstruksi dominasinya melalui kekerasan simbolik. Jenis kekerasan ini dilakukan dan dipertahankan oleh industri budaya karena merupakan sarana untuk menghasilkan keuntungan. Lebih dari itu, proses diskursif ini dapat dilihat sebagai hubungan yang merugikan dalam kriminologi konstitutif dan begitu pula konstruksi yang membangunnya.