Deskripsi Lengkap

Tesis
No. Panggil 0001-2007/ETS Kom Idy d
Judul Dinamika Interaksi Antara KPI, Depkominfo dan Industri Dalam Regulasi Penyiaran Televisi Di Indonesia (Analisis Ekonomi Politik Terhadap Kontroversi Pemberlakuan PP Penyiaran No. 50/2005)
Pengarang Idy Muzaryyad
Penerbit dan Distribusi 2007
Subjek Dinamika Interaksi Antara KPI, Pemerintah Dan Industri
Dalam Regulasi Penyiaran Televisi Di Indonesia
(Analisis Ekonomi Politik Terhadap Kontroversi
Pemberlakuan PP Penyiaran No. 50/2005)
Kata Kunci
Lokasi
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
0001-2007/ETS Kom Idy d 0001-2007/ETS Kom Idy d TERSEDIA
File Digital
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 78989
Sampul
Abstrak
Lahirnya Peraturan Pemerintah tentang Penyiaran No. 50/2005 bersamaan dengan ketiga PP lainnya, yakni No. 49, 52 dan 52 menimbulkan reaksi yang beragam. Sebelumnya, lahirnya tiga PP No. 11, 12 dan 13 juga menyebabkan tanggapan yang kurang lebih sama. Banyak pro dan kontra bermunculan menanggapi lahirya PP No. 50/2005. Baik yang setuju atau tidak mempunyai argumentasi dan didasari oleh kepentingannya masing-masing. Ketidaksetujuan paling keras datang dari Komisi Penyiaran Indonesia, yang menganggap PP tersebut telah mengambil kewenangannya untuk ?mengatur hal-hal mengenai penyiaran?, termasuk juga dalam hal perizinan. Panolakan KPI ini didukung oleh Komisi I DPR RI dan publik khususnya yang aktif tergabung dalam Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia. Maka KPI kemudian melayangkan judicial review kepada Mahkamah Agung, yang intinya mengharapkan PP No. 50 ?bersama keenam PP (judicial review tiga PP sudah terlebih dahulu diajukan), dicabut karena banyak hal di dalamnya yang bertentangan dengan UU No.32/2002 tentang penyiaran. Sementara di lain pihak kalangan industri condong untuk berpihak kepada pemerintah atas persetujuan mereka terhadap PP, dengan alasan perlunya segera kepastian hukum. Pengajuan judicial review oleh KPI ini diiringi dengan sekian perdebatan dan pergumulan sengit antar stakeholder penyiaran. Basis perdebatan terletak pada siapakah regulator bidang penyiaran, dalam artian pemberi izin siaran. KPI dan para pendukungnya bersikukuh kalau pihaknya sebagai ?lembaga negara independen? yang berhak mewakili negara mengeluarkan izin dan mengatur hal lain mengenai penyiaran, sebagaimana termaktub dalam pasal 33 ayat 4 UU Penyiaran. Sementara pemerintah menyatakan pihaknyalah yang punya kewenangan untuk itu. Perdebatan ini sampai menimbulkan kebuntuan komunikasi antara pihak. Sementara itu pula tiap pihak sama-sama melakukan manuvernya, di tengah ii suasana untuk menunggu keputusan MA tentang pengajuan jucial review KPI terhadap PP Penyiaran. Pada 19 April 2007, terbitlah keputusan MA yang ditunggu-tunggu itu. Hasilnya, menolak permohonan judicial review KPI dan menyatakan PP No 49 dan No 50 dinyatakan berlaku dan tidak bertentangan dengan UU Penyiaran. Keputusan MA ini kemudian, ditambah keputusan MK pada 17 April 2007 yang menolak permintaan kewenangan pemberi izin diberikan kepada KPI, menjadi semacam titik balik perubahan sikap KPI. Kebetulan bersambut dengan momentum yang pas, yakni pergantian komposisi keanggotaan komisioner dan pergantian Menteri Komunikasi dan Informatika yang baru. Dari situ, penelitian ini menghasilkan temuan tentang adanya perubahan dan babak baru strategi dan posisi dalam menjalankan peran dan fungsi KPI, dari era ?revolusi fisik? ke era ?diplomatik?. KPI ingin lebih bisa berkomunikasi dan bekerjasama dengan stakeholder lain, yakni pemerintah (Depkominfo) dan industri agar bisa lebh berkonsentrasi dalam melayani lembaga penyiaran dan kepentingan publik. Kalangan industri juga mengalami perubahan tersebut, namun tidak terkait langsung dengan keputusan MA, melainkan oleh kepentingan penyelamatan serta pengembangan usaha (bisnis) dalam dunia penyiaran. Dinamika interaksi antar stakeholder dalam penyiaran, terutama yang dialami KPI, pemerintah dan kalangan industri penyiaran televisi inilah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Melalui analisis politik dengan varian kontruktivisme, dapat dilihat adanya interplay antara agen dan struktur yang bermain dalam regulasi penyiaran di Indonesia, yakni KPI, industri penyiaran, ditambah pemerintah dan publik (masyarakat sipil). Terdapat proses saling mempengaruhi antara agen dan struktur dalam regulasi penyiaran yang berakibat pada adanya perubahan sikap. Setidaknya, gambaran itu akan memberikan potret terbaru bagaimakah regulasi penyiaran televisi akan berjalan di masa sekarang dan masa datang, serta dimana kepentingan publik harus diperjuangkan. iii