Jika berbicara tentang gelandangan maka yang akan terlintas dalam pikiran adalah orang
orang dengan kesejahteraan di bawah standar sosial dan kelompok masyarakat yang hidupdi
jalan. Selain itu gelandangan juga digambarkan sebagai orang orang pemalas serta perusak
tatanan kota sehingga keberadaannya selalu dikaitkan dengan hal hal negatif. Pandangan
negatife ini dapat terlihat dari penggusuran atau pengusiran terhadap gelandangan berupa
kebijakan dan peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah atau pengusiran yang dilakukan
secara pribadi oleh individu terhadap gelandangan. Namun demikian gelandangan kerap
kembali ke lokasi mereka meskipun sudah mendapatkan pengusiran baik dari pemerintah
atau individu. Dengan melihat gelandangan dari sudut pandang yang mereka miliki maka
kembalinya mereka ke lokasi kita akan melihat perbedaan dari dalam melihat gelandangan
dari sudut pandang kita selama ini. Kembalinya gelandangan ke lokasi yang mereka tempati
dapat berupa upaya mereka mempertahankan lokasi pencarian rongsokan yang dilakukan
oleh mereka serta kemudahan kemudahan yang mereka dapatkan selama di lokasi tersebut
yang tidak dapat kita pahami jika tidak menggunakan sudut pandang yang mereka miliki.
Dengan keberadaan gelandangan di suatu lokasi akan melahirkan ruang ruang sosial bagi
gelandangan di lokasi tersebut. Dalam penelitian ini, saya berusaha melihat bagaimana
gelandangan selalu bertahan pada suatu tempat walaupun sudah digusur berkali kali, apa
yang menjadi alasan mereka dan bagaimana mereka bertahan dalam kehidupan yang berada
di bawah standar sosial tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif dengan
melakukan wawancara terhadap lima orang informan yang berada di Tanah Abang. Penelitian
ini menemukan bahwa keberadaan gelandangan di suatu lokasi kemudian melahir ruang
sosial mereka dimana dalam ruang ini gelandangan kemudian menemukan kenyaman dan
keamanan sehingga mereka berupaya mempertahankan lokasi ruang mereka kendati
mendapatkan perlakuan penggusuran
Deskripsi Lengkap