Di Indonesia, pelecehan seksual masih kerap terjadi di ruang-ruang publik terutama di dalam transportasi umum seperti
kereta. Berbagai media daring pun memberitakan kasus pelecehan seksual yang terjadi di kereta rel listrik (KRL)
maupun kereta api di bawah naungan PT KAI ini. Meskipun kasus pelecehan seksual di KRL dan kereta api yang
diberitakan sama, masing-masing media menyajikan berita ini secara berbeda yang menghasilkan realitas yang
berbeda pula. Berangkat dari hal ini, penulis melakukan analisis teks pemberitaan di media daring yang berfokus
melihat bagaimana media Kompas dan Detik melakukan framing pada wacana berita kasus pelecehan seksual di KRL
dan kereta api. Dari analisis tersebut, penulis juga ingin melihat bagaimana tone berita yang dihasilkan framing media
Kompas dan Detik terhadap kasus pelecehan seksual di kereta ini membentuk persepsi khalayak akan reputasi PT
KAI. Berdasarkan analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa kedua media melakukan framing berita dengan
mengambil sudut pandang serta menekankan aspek tertentu yang berbeda satu sama lainnya. Kompas menyajikan
berita kasus pelecehan seksual di kereta dengan menggunakan perspektif yang berpihak pada KAI. Sementara itu,
Detik menyajikan berita kasus pelecehan seksual ini menggunakan perspektif yang berpihak pada pemangku
kepentingan PT KAI, terutama pengguna layanan kereta dan publik. Hal ini menunjukkan, tone berita yang dihasilkan
Kompas cenderung positif dibandingkan tone berita dalam media Detik yang cenderung negatif. Sehingga kedua
media melakukan framing berita secara berbeda yang menghasilkan realitas yang kontradiktif terkait kasus pelecehan
seksual di kereta. Hal ini juga menjadi temuan bahwa framing oleh media dapat membentuk bagaimana persepsi
masyarakat terhadap reputasi perusahaan PT KAI sebagai penyedia layanan transportasi umum kereta berdasarkan
realitas yang ditampilkan di media.
Deskripsi Lengkap