Pada dasarnya, kejahatan memiliki batasan tersendiri di setiap disiplin ilmu, seperti halnya
yang ditekankan dalam tulisan ini, yaitu suatu tindakan yang dapat memberikan kerugian fisik,
psikologis, bahkan materi. Terlebih lagi ketika media telah mengambil peran, sehingga
terbentuk pola yang dapat merepresentasikan suatu kejahatan, baik secara faktual maupun fiktif
sebagai bagian dari landasan berpikir seorang individu mengenai sifat kejahatan, khususnya
viktimisasi. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini secara khusus menyoroti film sebagai wadah
penyampaian makna melalui audio dan visual menenai sebuah fenomena yang dikenal sebagai
glass ceilling. Film Kim Ji-Young, Born 1982 merupakan salah satu film yang berusaha
menunjukkan adanya bias gender di ranah privat maupun dunia kerja. Untuk mempermudah
penulis dalam melihat fenomena tersebut, metode pengumpulan data yang dimanfaatkan oleh
penulis merujuk pada level analisis wacana yang ditawarkan oleh Sara Mills, meliputi 1)
cuplikan adegan karakter dan peran Kim Ji Young; 2) cuplikan adegan fokalisasi Kim Ji
Young; 3) cuplikan adegan skemata Kim Ji Young; dan 4) cuplikan adegan penggambaran
glass ceiling sebagai bentuk bias gender dalam film Kim Ji Young, Born 1982. Lebih lanjut,
penulis mendalami fenomena tersebut menggunakan teori feminis sosialis, kriminologi
konstitutif, pendekatan kriminologi visual, dan pendekatan kriminologi naratif. Berdasarkan
teori feminis sosialis dan kriminologi konstitutif, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
terdapat pembatas yang dibuat secara nyata dalam lingkungan sosial. Secara khusus, dalam
tulisan ini feminis sosialis berfungsi untuk melihat adanya sistem patriarki dan kapitalis sebagai
landasan terjadinya bias gender. Kondisi ini kemudian dijelaskan sebagai sebuah kejahatan
karena dilandasi oleh bias gender yang pada akhirnya membatasi ruang gerak perempuan, pada
akhirnya juga bisa berdampak pada kesehatan mental seorang perempuan atau dikenal sebagai
postpatrum depression.
Deskripsi Lengkap