Indonesia merupakan negara yang cukup lambat dalam merespons seruan PBB untuk
meningkatkan keterlibatan perempuan dalam seluruh proses perdamaian, termasuk dalam
operasi pemeliharaan perdamaian. Indonesia membutuhkan waktu tujuh tahun untuk
merespons seruan tersebut dengan melakukan pengiriman penjaga perdamaian perempuan.
Hambatan-hambatan yang dihadapi di tingkat nasional juga membuat pengiriman personel
perempuan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jumlah yang relatif minim. Kendati
demikian, pengiriman penjaga perdamaian perempuan Indonesia mengalami lonjakan
peningkatan pada tahun 2015-2021. Lonjakan pengiriman yang terjadi pada tahun 2019
bahkan berhasil membuat Indonesia menduduki peringkat delapan besar negara pengirim
penjaga perdamaian perempuan terbanyak di dunia. Menanggapi fenomena tersebut,
penelitian ini mempertanyakan mengapa Indonesia meningkatkan pengiriman penjaga
perdamaian perempuannya pada tahun 2015-2021. Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
penelitian ini menggunakan kerangka analisis kebijakan luar negeri yang turut berusaha
mengidentifikasi hubungan antara konsepsi peran nasional dengan kebijakan peningkatan
yang diambil. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan peningkatan pengiriman penjaga
perdamaian perempuan tersebut merupakan wujud performa peran dari konsepsi peran
nasional yang ditampilkan secara dominan oleh Indonesia, yakni konsepsi peran penjaga
perdamaian. Kendati demikian, penelitian ini juga menemukan sejumlah konteks lain yang
turut berkontribusi dalam mewujudkan peningkatan ini, yaitu komitmen peningkatan
pengiriman penjaga perdamaian perempuan yang disampaikan dalam kampanye dan
keanggotaan Indonesia di DK PBB, adanya kepentingan birokratik dan dukungan dari aktor-
aktor perumus kebijakan pengiriman pasukan Indonesia, dan kehadiran Menteri Luar Negeri
yang mampu memberikan dukungan politik yang dibutuhkan untuk merealisasikan kebijakan ini.
Deskripsi Lengkap