Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
bangkit dan surutnya nasionalisme Papua sehubungan dengan dibentuknya
Presidium Dewan Papua (PDP) antara tahun 1999-2003. Selain itu juga melihat
gagasan apa yang disumbangkan oleh PDP terhadap nasionalisme Papua tersebut.
Asumsi teoritik yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori nasionalisme
dan persuasi elit dari Jack Snyder yang dipadu dengan teori etnonasionalisme dari
Ted R. Guur dan the imagined political community dari Ben Anderson. Sementara
dalam melihat surutnya gerakan kemerdekaan Papua ditinjau dengan teori border
dan nation state dari Anthoni Giddens. Penelitian ini mengunakan metode
kualitatif dengan teknis analisa deskriptis analitis. Teknik pengumpulan data yang
dipakai adalah wawancara mendalam yang dipadu dengan kajian dokumen serta
kepustakaan.
Temuan dari penelitian ini adalah kebangkitan gerakan menuntut pengakuan
kemerdekaan di Papua sepanjang tahun 1999 sampai 2003 sangat ditentukan oleh
terbukanya ruang partisipasi bagi massa untuk terlibat dalam aksi politik selama
krisis politik terjadi di Indonesia. Ketika krisis politik mulai teratasi dan kekuasaan
di Jakarta mulai terkonsolidasi, para elit propagandis PDP kehilangan panggung
untuk melakukan propaganda dan agitasi karena kembalinya kebijakan represi.
Artinya melebar atau menyempitnya ruang bagi partisipasi massa dan elit
propagandis berkorelasi langsung dengan bangkit atau surutnya gerakan
kemerdekaan.
Meskipun demikian penelitian ini berhasil mengungkap bahwa dalam
rentang waktu yang cukup pendek antara 1999-2003 para elit propagandis
nasionalis Papua dalam PDP berhasil mengkonslodiasikan gerakan kemerdekaan
Papua ke dalam organisasi yang bersifat supra-regional Papua. Dalam empat tahun
itu PDP juga berhasil meremajakan gagasan-gagasan kemerdekaan Papua dan
sekaligus mengeser kepemimpin OPM dalam gerakan kemerdekaan.
Implikasi teoritik dari penelitian ini adalah gerakan kemerdekaan atau
etnonasionalisme tidak selalu bersumber dari ketidakpuasan melainkan juga bisa
bangkit dari imaji akan sejarah masa lalu dan adanya persuasi dari elit dalam
menumbuhkan semangat nasionalisme ketika proses demokrasi terjadi. Selain itu
bayangan tentang bangsa bisa tumbuh di daerah ketika negara bangsa (nation state)
tidak menyediakan ruang bagi elit-elit di daerah untuk berpartisipasi di dalamnya.
Artinya bangsa tidak lagi bisa dilihat statis, melainkan harus dilihat dinamis.*
Deskripsi Lengkap