Dalam beberapa dekade terakhir, multilateralisme menghadapi tantangan karena berbagai
krisis global, unilateralisme negara-negara Barat, dan tidak efektifnya institusi
multilateral yang ada. Di tengah tantangan tersebut, Tiongkok justru semakin mendorong
multilateralisme. Keaktifan multilateral Tiongkok yang semakin meningkat awalnya
dipandang sebagai bentuk integrasi dan dukungan Tiongkok multilateral global yang
dominan saat ini, namun ada pula pandangan bahwa partisipasi multilateral Tiongkok
merupakan ancaman karena karakteristiknya yang berbeda. Dalam mendorong
multilateralisme, Tiongkok sering kali menyerukan reformasi tata kelola global dengan
berbagai narasinya, salah satunya dengan wacana mewujudkan community of shared
future for mankind (人类命运共同体 renlei mingyun gongtong ti). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis bagaimana Tiongkok memaknai multilateralisme melalui
pendirian AIIB. Data primer dalam penelitian ini adalah 25 pidato tentang
multilateralisme dan AIIB oleh otoritas Tiongkok dari tahun 2013 hingga 2021. Dengan
menggunakan metode Analisis Wacana Kritis dari Norman Fairclough, penelitian ini
menyimpulkan bahwa pada dasarnya konsep multilateralisme Tiongkok tidak berbeda
dengan konsep multilateralisme yang dipahami secara umum. Tiongkok menggambarkan
AIIB setara dengan MDB yang sudah ada. Tiongkok hanya tidak dapat melepaskan
?karakteristik Tiongkok?-nya yang disebut ?multilateralisme sejati?, yaitu
multilateralisme yang berbasis pada konsultasi dan tidak melindungi kepentingan
kelompok tertentu. Menurut Tiongkok, multilateralisme merupakan bagian dari tujuan
besar untuk membangun tatanan global yang disebut community of shared future for mankind dan dapat diwujudkan melalui pembangunan.
Deskripsi Lengkap