Feminisasi kemiskinan memperlihatkan lebih besarnya jumlah perempuan penyandang
kemiskinan dibandingkan dengan laki-laki. Sayangnya, fenomena ini masih terjadi di Indonesia
dilihat dari ketidaksetaraan gender dan ketimpangan kemiskinan antara perempuan dan laki-laki.
Berbeda dengan negara tetangganya, Filipina telah berada di peringkat 10 besar dunia dalam hal
kesetaraan gender tahun 2018. Indonesia dan Filipina sama-sama telah mengadopsi model
kuangan dan usaha mikro untuk memberdayakan perempuan dan meminimalisir feminisasi
kemiskinan perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan faktor sosial dan budaya yang
memunculkan feminisasi kemiskinan di Indonesia dan Filipina, serta membandingkan program
keuangan dan usaha mikro di Indonesia dan Filipina dalam pengaruhnya menanggulangi
feminisasi kemiskinan. Urgensi dari penelitian ini adalah terungkapnya persamaan dan perbedaan
feminisasi kemiskinan serta keuangan mikro di Indonesia dan Filipina agar dapat menjadi
pembelajaran bagi lembaga keuangan mikro Indonesia untuk kesejahteraan perempuan di
Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah tinjauan pustaka, dimana penulis meninjau
berbagai literatur seperti jurnal, buku, laporan terkait dengan rentang waktu publikasi tidak
terbatas. Penelitian membandingkan faktor sosial budaya berdasarkan penyebab feminisasi
kemiskinan yaitu kemiskinan kultural dan struktural. Secara kultural Indonesia dan Filipina
memiliki budaya tradisional yang merugikan perempuan. Namun, kedua negara ini telah menuju
pada pembangunan yang setara gender, terlebih Filipina dalam kebijakannya yang bersifat Gender
Mainstreaming. Hasil komparasi selanjutnya adalah perbandingan program keuangan mikro, yaitu
PNM Mekaar dari Indonesia berusia 6 tahun dan Proyek Dungganon dari Filipina yang berusia
lebih dari 30 tahun menggunakan aspek-aspek dari buku Microfinance handbook: An institutional
and financial perspective oleh Joanna Ledgerwood, yaitu tujuan program, penargetan program,
intermediasi sosial, serta analisis dampak. Hasil menunjukkan bahwa kedua program sama-sama
memiliki tujuan pembangunan khas serta sama-sama bersifat penargetan tidak langsung.
Intermediasi sosial PNM Mekaar berupa sistem tanggung renteng sementara Proyek Dungganon
berupa sistem kelompok dengan metode 2-2-1. Demikian pula dengan dampak yang berbeda dari
masing-masing program namun telah sejalan dengan tujuan pembangunan yang mereka punya.
Jadi kesimpulan dari penelitian ini dapat diketahui bahwa baik PNM Mekaar dan Proyek
Dungganon memberi dampak positif terhadap perekonomian nasabahnya meskipun dengan proses
peminjaman dan intermediasi sosial yang berbeda dan memiliki ciri khas unik. Penelitian ini
diharapkan dapat memberi masukan kepada lembaga keuangan dan usaha mikro untuk
pemberdayaan perempuan di Indonesia. Selain itu, menjadi sumbangsih bagi mata kuliah Dimensi Sosial dan Ekonomi bagi Kesejahteraan Sosial serta mata kuliah Masalah Kemiskinan.
Deskripsi Lengkap