Studi ini mengkaji aspek pelaksanaan desentralisasi yang memicu terjadinya konflik.
Kasus yang diteliti pengelolaan labuh jangkar di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017-
2022. Permasalahan pokok dalam kajian ini ; mengapa terjadi konflik kewenangan
antara Pemprov Kepulauan Riau dengan pemerintah pusat dalam pengelolaan labuh
jangkar sepanjang tahun 2017-2022; dan bagaimana relasi pemerintah pusat dengan
pengusaha pada saat terjadi konflik tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus tunggal terjalin
(embeded). Dua teori utama yang digunakan untuk menganalisis permasalahan
penelitian ini yaitu desentralisasi dan resentralisasi yang didukung oleh teori konflik
politik dan resolusi konflik. Teori kedua yang digunakan yaitu teori rent seeking.
Konflik antara Pemprov Kepulauan Riau dengan pemerintah pusat disebabkan oleh
saling klaim, tumpang tindih regulasi, perebutan sumber daya yang memiliki nilai
ekonomi dan perbedaan kepentingan di antara pihak yang berkonflik. Posisi pemerintah
pusat sangat kuat dalam konflik ini, ditandai dengan pemungutan uang labuh jangkar
masih dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dan BP Batam. Di sisi lain terjadinya
proses deotonomisasi/resentralisasi pada masa reformasi. Proses ini dilakukan secara
legal formal dengan mengubah UU pemerintahan daerah. Kebijakan deotonomisasi/
resentralisasi semakin memperlemah bargaining power pemerintah daerah.
Kegagalan daerah dalam konflik ini karena secara historis dan yuridis pemerintah pusat
lebih dahulu melakukan pemungutan jasa labuh, serta faktor psiko hirarki Gubernur
adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Kelemahan lain adalah terbatasnya
keterlibatan dan dukungan publik dalam eskalasi konflik ini, sehingga yang dominan
berkonflik hanya antara Pemprov Kepulauan Riau dengan pemerintah pusat.
Penelitian ini menemukan lima model rent seeking yang terbangun dalam relasi
pemerintah pusat dengan pengusaha labuh jangkar. Resolusi konflik dilakukan dengan
cara pembagian sumber daya dan salah satu pihak mengubah prioritas tuntutan. Faktor
anggaran pembangunan dan kompensasi bisnis pengelolaan labuh jangkar menjadi
faktor yang dominan dalam proses negosiasi dan membangun resolusi konflik.
Penelitian ini berkontribusi menjelaskan deotonomisasi di Indonesia dalam konteks
desentralisasi dan resentralisasi. Studi ini berkontribusi menambahkan putaran
desentralisasi di Indonesia memasuki fase ketujuh yaitu deotonomisasi/resentralisasi.
Kontribusi teoritis pada teori rent seeking adalah menambah model rent seeking yang
dikemukan oleh Ross dengan model keempat yaitu rent previlege.
Deskripsi Lengkap