Pandangan patriarki dalam norma heteronormatif menempatkan maskulinitas
pada kedudukan sosial yang lebih tinggi dibanding femininitas. Akibatnya, laki-laki gay
dengan ekspresi gender feminin sering mendapatkan marginalisasi dan kriminalisasi yang
membuat mereka kekurangan ruang aman untuk mengekspresikan diri. Studi ini
mengeksplorasi Instagram sebagai ruang aman untuk mengekspresikan gender feminin
bagi laki-laki gay karena memiliki karakteristik heterotopik. Michel Foucault
mendeskripsikan heterotopia sebagai ruangan perbatasan antara distopia dan utopia, yaitu
ruang berbeda/nondominan yang masih berhubungan dengan ruang dominan. Studi ini
berargumen dalam ruang berbeda ini, laki-laki gay yang memiliki ekspresi gender tidak
sesuai norma heteronormatif memperoleh rasa aman dari norma dominan untuk
mengekspresikan diri dan memainkan peran tertentu. Menggunakan argumen Judith
Butler tentang performativitas gender, studi ini akan menganalisis performa ekspresi
gender laki-laki gay melalui tampilan karakter-karakter feminin di media sosial
Instagram. Penelitian ini dilakukan dalam paradigma interpretif dengan strategi etnografi
digital yang berfokus pada eksplorasi pengalaman hidup. Penelitian ini melibatkan subjek
penelitian yang merupakan laki-laki gay dengan ekspresi gender feminin dalam
komunitas pecinta kontes kecantikan. Pengalaman marginalisasi yang laki-laki gay terima
membuat mereka melakukan upaya aktif untuk membangun ruang aman mereka sendiri
guna mengekspresikan femininitas. Maka berdasarkan studi ini, heterotopia bukanlah
sesuatu yang diberikan, melainkan memerlukan upaya aktif penggunanya untuk
membangun ruang sesuai kebutuhan personal. Sementara itu, performa femininitas
mereka tampilkan dengan melakukan peniruan terhadap sosok idola. Tujuannya adalah
supaya mereka lebih mudah diterima oleh masyarakat. Maka, hal yang ingin mereka tiru
pada dasarnya adalah penerimaan positif oleh kelompok dominan. Caranya dengan
menampilkan ekspresi gender yang memiliki citra positif di masyarakat Indonesia dengan
mengedepankan pertimbangan kekhasan lokal, seperti yang dilakukan oleh sosok idola
mereka. Dalam studi ini, hubungan antara individu LGBTQ dengan sosok idola
dijembatani oleh motivasi pribadi di mana mereka juga ingin memperoleh manfaat
ekonomi. Dengan demikian, hubungan yang tercipta adalah parasitic relationship.
Deskripsi Lengkap