Apa yang dewasa ini dikenal luas sebagai perekonomian gig adalah hasil perkembangan
perkembangan teknologi digital, khususnya penggunaan aplikasi yang mudah digunakan
masyarakat secara massal. Ekonomi gig yang mampu membuat murah transaksi antara
konsumen, produsen, dan pedagang mengandalkan teknologi digital dan juga hubungan kerja
sistem kontrak independen/kemitraan, yang biasa disebut sebagai pekerja gig. Kondisi
pekerja gig umumnya bersifat rentan karena jam kerja yang panjang dan bayaran berbasis
proyek tanpa adanya gaji pokok. Penting untuk diperhatikan bahwa sejak tahun 2015, di
beberapa negara muncul fenomena para pekerja gig, khususnya yang berada di sektor
pengantaran online, dalam membentuk organisasi-organisasi kolektif dan melakukan
resistensi untuk sebagai respon terhadap kondisi kerentanan yang mereka alami. Penelitian
ini membandingkan resistensi yang dilakukan oleh pekerja gig pengantaran daring di dua
negara, yaitu pekerja gig yang bekerja untuk di perusahaan platform Gojek (Indonesia) dan
Deliveroo (Inggris). Penelitian ini menggunakan kerangka teori aspek ekonomi politik
dalam perekonomian gig (Woodcock 2019) guna menjelaskan tentang mengapa regulasi
negara dan kekuatan pekerja dapat mempengaruhi bentuk resistensi pekerja gig daring di
kedua negara. Penelitian ini menemukan regulasi ketenagakerjaan yang tidak memposisikan
pekerja gig dan kekuatan pekerja dalam membentuk organisasi-organisasi kolektif turut
mempengaruhi bentuk dan cara resistensi yang dilakukan dalam merespon kondisi
kerentanan kerja yang dihadapi oleh pekerja gig.
Deskripsi Lengkap