Kudeta Militer yang terjadi di Myanmar yang dimulai sejak bulan Februari 2021, menjadi
perhatian berbagai negara internasional termasuk organisasi regional Asia tenggara yaitu
ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations). Kudeta militer ini terjadi karena tidak
terimanya pihak militer atas kemenangan NLD (National League for Democracy) pada
pemilu yang diadakan pada bulan November 2020. Adanya kudeta militer membuat
masyarakat Myanmar tidak terima dan menginginkan kembalinya demokrasi. Masyarakat
Myanmar melakukan aksi protes yang mana pihak militer melawannya dengan tindakan
koersif hingga terjadi berbagai pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) seperti penculikan,
penembakan dan sebagainya. Pelanggaran HAM yang terjadi ini menimmbulkan banyak
korban jiwa dan keadaan Myanmar yang semakin tidak kondusif sehingga menjadi sebuah
krisis kemanusiaan yang semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, ASEAN sebagai
organisasi regional merasa prihatin dan mengambil peran untuk membantu Myanmar
mencari solusi untuk mengatasi kudeta militer dan mengembalikan Myanmar ke arah
demokrasi. Dalam menganalisis peran ASEAN, penulis menggunakan konsep flexible
engangement atau constructive intervention dan responsibility to protect. Penelitian ini,
penulis menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data yang diperoleh dari buku,
jurnal, skripsi, artikel, berita, perjanjian atau piagam internasional dan situs ? situs online.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelembagaan untuk melihat peran
lembaga regional yaitu ASEAN dalam membantu Myanmar mengatasi konflik HAM pasca
kudeta militer. ASEAN menjalankan perannya dengan mengutamakan keharmonisan melalui
cara damai untuk menyelesaikan permasalahan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Hal
tersebut diimplementasikan dengan melakukan berbagai pertemuan formal dan informal
hingga menghasilkan lima poin konsensus sebagai rekomendasi kepada Myanmar.
Deskripsi Lengkap