Pada pengesahan Omnibus Law pada tahun 2020, sikap masyarakat Indonesia terpecah
menjadi 2 kubu, yaitu kubu pendukung dan kubu penolak. Namun lambat laun sikap kubu
pendukung berubah menjadi sikap yang harmful, berupa bentuk kejahatan siber
pengusikan, doxing, dan peretasan, yang ditujukan kepada kubu penolak. Menurut data
yang tersedia, pemerintah melalui lembaga pemerintah yaitu polisi, sudah bertahun-tahun
jarang menindak bentuk-bentuk kejahatan siber ini. Padahal, pemerintah memiliki
undang-undang yang mengatur bentuk-bentuk kejahatan siber ini. Penulisan ini
menggunakan landasan teori Kriminologi Konstitutif dan metode analisis isi kualitatif.
Pelaku diposisikan sebagai excessive investor karena adanya relasi struktual dengan
korban akibat jarang ditindaknya bentuk-bentuk kejahatan siber ini. Jarang ditindaknya
bentuk-bentuk kejahatan siber ini juga, memposisikan korban menjadi rentan mengalami
viktimisasi crime of repression dan crime of reduction oleh pelaku. Ketidakmampuan
pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya melindungi masyarakat ditunjukkan
melalui jarang ditindaknya bentuk-bentuk kejahatan siber pengusikan, doxing, dan
peretasan. Ketidakmampuan pemerintah ini disebut sebagai crime by omission.
Deskripsi Lengkap