Penerimaan Provinsi Riau Nota Keuangan dan RAPBN tahun anggaran 2001
menunjukkan bahwa kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Propinsi sebesar 84%.
Sedangkan proporsi penerimaan yang berasal dari pusat untuk Propinsi masih lebih
dari 60% (Ihsan, 2002). Realisasi APBD Provinsi Riau pada tahun 2003
menunjukkan kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD sebesar 81,77%, kontribusi
PAD terhadap APBD sebesar 27,31% dan kontribusi pusat kepada provinsi sebesar
55,49%. Data perbandingan ini menunjukkan bahwa kontribusi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap Pendapatan Provinsi Riau dan kontribusi Pajak Daerah
terhadap PAD Propinsi Riau masih cukup rendah.
Dana Perimbangan yang diperoleh dari Pusat sebagian besar merupakan
pendapatan yang berasal dari sumber-sumber alam yang bersifat terbatas dan tidak
bisa diperbaharui. Sehingga penerimaan Provinsi Riau pada suatu waktu tidak akan
dapat dipertahankan, karena semakin berkurangnya sumber alam tersebut, kecuali
apabila ditemukan lagi sumber-sumber alam baru yang lain yang potensinya lebih
besar lagi. Oleh karena itu perlu upaya lain selain mencari sumber alam baru
sebagai pengganti. Dan upaya lain untuk menggali dan meningkatkan sumber
penerimaan tersebut, adalah melalui peningkatan PAD.
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu berotonomi, terletak pada
kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan
dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber sendiri, mengelola dan
menggunakan keuangannya yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahannya. Kemandirian daerah itu terlihat pada PAD yang
tinggi.
Sumber PAD terbesar berasal dari Pajak Daerah. Pajak Daerah Provinsi memiliki
potensi besar untuk terus dikembangkan, meskipun terbatas pada 4 (empat) jenis
Pajak Daerah yang diperkenankan Undang-Undang Pajak No 34 tahun 2000 tentang
Pajak Daerah. Sementara upaya menciptakan jenis pajak daerah baru sulit sekali
dilakukan karena kriteria penyeleksian yang ketat. Oleh karena itu diperlukan suatu
Strategi yang tepat untuk meningkatkan Penerimaan Pajak Daerah Provinsi Riau.
ix
Dalam tesis ini penulis menggunakan aliran perencanaan (planning school)
sebagai kerangka perumusan strategi, dengan mempertimbangkan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang berasal dari luar
organisasi. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kompleksitas (complexity factor).
Alat analisis manajemen yang digunakan adalah SWOT?s Analysis dan AHP
(Analytical Hierrarchy Process). SWOT?s analisis digunakan untuk mengidentifikasi
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi. Kemudian semua faktor
yang teridentifikasi dievaluasi untuk menemukan Faktor Kunci Keberhasilan (Key
Success Factor). Evaluasi faktor SWOT dilakukan oleh para pakar. Dari KSF
diturunkan kepada perumusan tujuan dan penetapan sasaran. Dan kemudian
ditentukan alternatif strategi yang dapat diterapkan.
Hasil analisis SWOT diteruskan ke dalam AHP untuk menentukan bobot prioritas
masing-masing elemen pada setiap tingkatan. Penentuan prioritas dilakukan oleh 16
orang pakar. Dan sebanyak 8 orang diantaranya memberikan jawaban yang
konsisten. Berdasarkan analisis tersebut, terlihat bahwa Faktor yang paling
berpengaruh untuk meningkatkan penerimaan Pajak Daerah berturut-turut adalah
Undang-undang Pajak Daerah dan Perda, kepatuhan wajib pajak , potensi pajak,
sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi, basis pajak dan dukungan instansi
terkait. Undang-undang pajak merupakan faktor yang paling kuat pengaruhnya
karena merupakan payung hukum dalam pemungutan pajak. Oleh karena itu aturan
perpajakan harus dipertegas dan diperjelas. Aturan yang belum ada dituangkan
dalam UU pajak daerah seharusnya diperbaiki sehingga semakin memperkuat
payung hukumnya.
Aktor yang berperan dalam peningkatan penerimaan pajak daerah berturut-turut
adalah Pemda (eksekutif), aparat pajak dan pimpinan, anggota legislatif dan
masyarakat pembayar pajak. Hasil ini menunjukkan pentingnya peranan pemerintah
daerah dalam dalam upaya peningkatan penerimaaan pajak daerah. Bahwa pajak
daerah pemungutannya dilakukan dengan bekerja sama dengan instansi terkait.
Sedangkan Dinas Pendapatan Provinsi Riau berlaku sebagai pengelola penerimaan
pajak, sehingga perlu peranan politik pemda (eksekutif) memberikan dorongan
kepada instansi terkait. Dengan demikian potensi pajak dapat digali.
Aparat pajak dan pimpinan berperan dalam upaya, menjalankan aturan Undangundang
dan perda, meningkakan kualitas SDM, meningkatkan kepatuhan wajib
pajak, menggali potensi pajak, meningkatkan kerjasaman dengan instansi terkait.
Legislatif berperan secara bersama-sama dengan pemda membentuk peraturanperaturan
perundang-undangan, memperbaiki aturan perundangan dan menggali
potensi pajak. Terakhir masyarakat berkaitan dengan kepatuhan kepada aturan
perpajakan dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Dilihat dari tujuan yang akan dicapai, prioritas tujuan berturut-turut adalah
optimalisasi penerimaan pajak, penegakan hukum, pelayanan prima, kerjasama
dengan instansi terkait dan penyuluhan & sosialisasi pajak.
Dan prioritas alternatif strategi yang akan diterapkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan berturut-turut adalah : meningkatkan kualitas & kuantitas
pemungutan pajak, mengembangkan penyuluhan dan pelayanan prima, memberikan
pendidikan dan pelatihan yang cukup kepada pegawai, menerapkan sistem rekrut &
penempatan aparat pada posisi yang tepat, menerapkan sanksi hukum,
memperjelas pola kerja sama dengan instansi terkait, memperbaiki basis pajak yang
dipungut, dan menghapus pajak daerah yang tidak efektif.
Deskripsi Lengkap