Artikel ini mengelaborasi peran media sosial sebagai saluran dalam gerakan menolak rencana penundaan Pemilu 2024 di Indonesia. Manuel Castells dalam bukunya Communication Power menyatakan bahwa media sosial telah menjadi platform yang signifikan bagi masyarakat untuk menyuarakan pandangan mereka dan membentuk opini terkait proses demokrasi. Artikel ini menganalisis peran penting yang dimainkan oleh media sosial dalam gerakan menolak rencana penundaan pemilu 2024 di Indonesia. Fokus utamanya adalah untuk menganalisis sebuah fenomena berdasarkan kerangka teori Connective Action yang digunakan. Secara singkat, Connective Action melihat partisipasi dalam gerakan berdasarkan konektivitas media sosial. Data dari Drone Emprit Academy(DEA) terkait isu penundaan pemilu di Indonesia menjadi sumber data utama dalam penelitian ini. Selain itu, data juga didapatkan dari hasil wawancara dengan sejumlah aktor gerakan dan observasi partisipatif penulis. Analisis yang dilakukan meliputi pemanfaatan media sosial terutama Twitter untuk mengorganisasi dan memobilisasi massa, menyebarkan informasi, memengaruhi opini publik, serta berinteraksi dengan aktor-aktor politik. Data dianalisis dengan mempertimbangkan kontribusi media sosial terhadap dinamika gerakan sosial dan keterkaitannya dengan teori Connective Action untuk menganalisis tipologi gerakan di media sosial. Kesimpulan dari penelitian ini adalah media sosial telah berhasil meningkatkan konektivitas gerakan menolak penundaan pemilu di Indonesia karena konektivitas yang dibangun oleh para penggunanya.
Deskripsi Lengkap