Perkawinan anak merupakan permasalahan serius yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan, terutama pada aspek pendidikan, kesehatan, dan kondisi ekonomi. Berdasarkan data dispensasi perkawinan anak selama enam bulan pertama tahun 2023, Kabupaten jember menghadapi tantangan yang lebih besar terkait masalah perkawinan anak dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara dukungan sosial, kondisi ekonomi keluarga, dan strategi pengaturan emosi dengan kesejahteraan subjektif perempuan penerima manfaat program YAPPIKA-ActionAid yang melakukan perkawinan anak di Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan penerima manfaat program YAPPIKA-ActionAid yang menikah sebelum usianya mencapai 19 tahun dan menikah setelah UU No 1 Tahun 2019 yang mengatur batas usia minimal perkawinan diterbitkan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 62 orang yang merupakan populasi total. Data yang terkumpul dianalisis secara Univariat dan Bivariat. Hasil Uji Korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang moderat antara dukungan sosial yang dirasakan dari suami, kondisi ekonomi keluarga, dan strategi pengaturan emosi dengan kesejahteraan subjektif perempuan yang melakukan perkawinan anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial dari suami atau semakin baik kondisi ekonomi keluarganya, maka semakin besar kemungkinan perempuan tersebut memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi. Sementara itu, untuk strategi pengaturan emosi, hubungan positif artinya semakin dominan strategi penilaian ulang, maka semakin besar kemungkinan perempuan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi. Hasil ini mengkonfirmasi seluruh hipotesis dalam penelitian ini. Di sisi lain, penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar perempuan pelaku perkawinan anak mendapatkan dukungan sosial yang rendah dari suami, kondisi ekonomi keluarga kurang memadai, dan cenderung menggunakan strategi penekanan emosi ketika menghadapi masalah. Praktik perkawinan anak jelas tidak sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang memperbarui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga kebijakan dan rekomendasi intervensi yang berkelanjutan diperlukan untuk mencegah praktik ini dilakukan dan meningkatkan kondisi perempuan yang terlibat dalam perkawinan anak, khususnya di Kabupaten Jember.
Deskripsi Lengkap