Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) adalah salah satu kerja sama perdagangan bebas ?mega FTA? yang masif, dengan keanggotaan dan persentase perdagangan dunia yang besar. Perjanjian tersebut menunjukkan kepentingan negara-negara untuk menggunakan FTA tidak hanya sebagai sarana peningkatan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, melainkan juga untuk membangun rezim perdagangan dan kerja sama ekonomi yang berbeda dari tradisi WTO. Skripsi ini berusaha menganalisis penyebab Indonesia tidak terdorong untuk menjadi anggota CPTPP. Pertanyaan tersebut diajukan di atas konteks partisipasi Indonesia yang aktif dalam berbagai FTA lain, serta minat terdahulu Indonesia yang tinggi terhadap TPP sebagai pendahulu CPTPP. Kerangka analisis penelitian ini menggunakan konsep competitive regionalism dari Solis dan Katada untuk mengkaji faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi dorongan keanggotaan di Indonesia. Faktor eksternal yang digunakan adalah tekanan kompetisi dari negara-negara kompetitor, sementara faktor internal adalah dorongan domestik dari kelompok bisnis dan birokrasi ekonomi. Penelitian ini menemukan bahwa proses difusi kebijakan tidak menghasilkan dorongan keanggotaan di kasus CPTPP dengan Indonesia karena ketiadaan faktor internal dan tidak terpenuhinya faktor eksternal. Faktor eksternal tidak terpenuhi karena di setiap dimensi kompetisi, keuntungan CPTPP bagi ketiga negara kompetitor juga dibarengi kekurangan yang signifikan. Sementara itu, faktor internal tidak hadir karena kelompok birokrasi dan bisnis Indonesia yang seharusnya mendorong keanggotaan terhalang oleh interaksi dan hambatan politik domestik masing-masing. Kelompok bisnis tidak mendorong keanggotaan karena perspektifnya yang pragmatis terhadap FTA, karateristik korporatisme negara, serta kekurangan kapasitas riset yang mandiri. Di sisi lain, kelompok birokrasi tidak mendorong karena beragamnya kepentingan dan pandangan maing-masing kementerian terhadap FTA yang mencegah terbentuknya konsensus untuk mendorong keanggotaan. Ketiadaan kedua faktor di Indonesia menyebabkan tidak adanya dorongan untuk menjadi anggota, alhasil Indonesia tidak memperhitungkan CPTPP sebagai bagian dari kebijakan FTAnya.
Deskripsi Lengkap