Deskripsi Lengkap

PengarangYasmine Annisa Meiwindah
JudulResistensi Santri Waria sebagai Penyintas Hate Crime Berupa Penutupan Pondok Pesantren Al-Fatah Yogyakarta
Pembimbing/SupervisorDra. Mamik Sri Supatmi, M.Si.
Bahasa UtamaIndonesia
AbstrakHate crime berupa penutupan paksa Pondok Pesantren Al-Fatah harus dialami oleh para santri waria yang berada di dalamnya. Penutupan paksa tersebut merenggut hak atas religious freedom dan freedom for expression yang dimiliki para santri waria. Penutupan paksa yang dilakukan oleh Front Jihad Islam tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan terhadap para santri waria sebagai individu yang menyimpang dan menyalahi kodrat. Timbulnya anggapan tersebut tidak terlepas dari paham patriarki, heteronormativitas, serta stigma yang mengakar dalam masyarakat. Penutupan paksa yang terjadi menimbulkan respon dari para santri waria. Mereka tidak serta merta menyerah akibat penutupan paksa Pondok Pesantren yang mereka alami. Setelah mengalami trauma, mereka bangkit dan menunjukan kemampuan resistensinya. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa para santri waria memiliki kemampuan untuk melawan (resistensi) dan berdaya terhadap hate crime berupa penutupan Pondok Pesantren. Dalam menjelaskan pengalaman resistensi para santri waria, skripsi ini menggunakan teori queer criminology dengan teknik analisis naratif melalui kisah yang mereka tuturkan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa budaya patriarki yang melanggengkan paham heteronormativitas serta stigma terhadap kelompok LGBTQ merupakan akar terjadinya hate crime terhadap santri waria. Penutupan paksa Pondok Pesantren tersebut menghasilkan respon dari para santri waria. Respon tersebut menunjukan kemampuan resistensi santri waria untuk berdaya di tengah situasi yang diskriminatif. Resistensi yang dilakukan didasari oleh agensi atau kemauan serta kesadaran para santri waria untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Resistensi yang dilakukan lantas menjadikan para santri waria sebagai penyintas hate crime berupa penutupan Pondok Pesantren Al-Fatah Yogyakarta
Jenis BahanKarya Akademis
Kode BahasaIND
Catatan Umum
No. Induk2023-0050
No. Barkod2023-0050
Kata KunciSantri Waria, Resistensi, Penyintas, Hate Crime, Heteronormativitas, Queer Criminology
Kota TerbitDepok
Tahun2023
Subjek
Tahun Buka Akses
Catatan Bibliografi
PenerbitFakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
PemilikJKUNINDFISIP
Pembatasan Akses
LokasiGedung MBRC Lantai 2
Catatan Disertasi
Akses dan Lokasi Elektronik
Sumber KoleksiKewajiban Mahasiswa
Deskripsi Fisik
Catatan Bahasa
No. PanggilSK-KRI 0050/2023 Yas r
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
SK-KRI 0050/2023 Yas r 2023-0050 TERSEDIA
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 81069
Sampul
Abstrak
Hate crime berupa penutupan paksa Pondok Pesantren Al-Fatah harus dialami oleh para santri waria yang berada di dalamnya. Penutupan paksa tersebut merenggut hak atas religious freedom dan freedom for expression yang dimiliki para santri waria. Penutupan paksa yang dilakukan oleh Front Jihad Islam tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan terhadap para santri waria sebagai individu yang menyimpang dan menyalahi kodrat. Timbulnya anggapan tersebut tidak terlepas dari paham patriarki, heteronormativitas, serta stigma yang mengakar dalam masyarakat. Penutupan paksa yang terjadi menimbulkan respon dari para santri waria. Mereka tidak serta merta menyerah akibat penutupan paksa Pondok Pesantren yang mereka alami. Setelah mengalami trauma, mereka bangkit dan menunjukan kemampuan resistensinya. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa para santri waria memiliki kemampuan untuk melawan (resistensi) dan berdaya terhadap hate crime berupa penutupan Pondok Pesantren. Dalam menjelaskan pengalaman resistensi para santri waria, skripsi ini menggunakan teori queer criminology dengan teknik analisis naratif melalui kisah yang mereka tuturkan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa budaya patriarki yang melanggengkan paham heteronormativitas serta stigma terhadap kelompok LGBTQ merupakan akar terjadinya hate crime terhadap santri waria. Penutupan paksa Pondok Pesantren tersebut menghasilkan respon dari para santri waria. Respon tersebut menunjukan kemampuan resistensi santri waria untuk berdaya di tengah situasi yang diskriminatif. Resistensi yang dilakukan didasari oleh agensi atau kemauan serta kesadaran para santri waria untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Resistensi yang dilakukan lantas menjadikan para santri waria sebagai penyintas hate crime berupa penutupan Pondok Pesantren Al-Fatah Yogyakarta