Rumitnya penataan wilayah kota disebabkan kota mengalami pertumbuhan lebih pesat yang biasanya lebih cepat dari konsep tata ruang yang diundangkan, ditambah jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya menghadirkan kawasan kumuh sebagai tempat tinggal. Pada tahun 2018, Pemprov DKI Jakarta menetapkan kebijakan baru yang memandang permasalahan kawasan kumuh harus dipandang lebih dari sekedar permasalahan fisik melainkan juga kualitas hidup masyarakatnya baik dari segi sosial, ekonomi, dan budaya. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2018 dan di bawahi melalui program Community Action Plan (CAP) dan Collaborative Implementation Program (CIP) sebagai upaya penataan permukiman kumuh berbasis masyarakat. Pergub tersebut meliput tiga aspek pendekatan, yakni aspek penataan fisik lingkungan, aspek pemberdayaan sosial dan budaya, serta aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat. Penelitian ini menggunakan perspektif Sustainable Urban Development sebagai teori yang meyakini bahwa perencanaan lingkungan yang cermat akan menjadi langkah penting bagi masa depan kota yang berkelanjutan. Hadirnya Pergub Nomor 90 Tahun 2018 yang memiliki aspek sejalan dengan prinsip Sustainable Urban Development memungkinkan kota melihat bagaimana mengintegrasikan tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam jangka panjang. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk melihat bagaimana realisasi Pergub Nomor 90 Tahun 2018 melalui program CAP dan CIP. Temuan dari penelitian ini adalah implementasi CAP dan CIP hanya membenahi aspek fisik lingkungan sehingga tidak sejalan dengan mandat konstitusi yang tertuang dalam Pergub Nomor 90 Tahun 2018. Penataan kawasan kumuh seharusnya tidak hanya bertujuan untuk membenahi aspek material melainkan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dipahami sebagai peningkatan fasilitas sosial budaya dan ekonomi warga.
Deskripsi Lengkap