Subjective well-being (SWB) telah menjadi salah satu indikator yang dapat menggambarkan tingkat kemakmuran ataupun kesejahteraan penduduk secara nyata. Dalam konteks profesi, tingkat SWB yang tinggi berhubungan dengan kepuasan hidup yang lebih tinggi, produktivitas yang lebih baik, dan kinerja yang lebih baik, khususnya pada helping profession. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat SWB, kepuasan kerja, dan kapital sosial pustakawan di Pulau Jawa, Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh langsung kepuasan kerja terhadap tingkat SWB pustakawan dan menganalisis peran mediasi kapital sosial dalam pengaruh kepuasan kerja terhadap tingkat SWB pustakawan di Pulau Jawa, Indonesia. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan sampel sebanyak 345 pustakawan yang tersebar di enam provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Analisis mediasi dengan metode bootstrapping pada aplikasi PROCESS v4.2 for SPSS digunakan untuk mengidentifikasi direct, indirect, dan total effect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat SWB, kepuasan kerja, dan kapital sosial pustakawan di Pulau Jawa mayoritas berada pada kategori "Sedang". Persentase tertinggi kategori level SWB pustakawan tinggi berada wilayah Jawa Timur (35,1%) dan persentase tertinggi kategori level SWB rendah di DI Yogyakarta (31,3%). Hasil analisis menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap tingkat SWB pustakawan dengan koefisien β=0,5936 (p=0,000 <0,05). Ditemukan pula adanya peran mediasi parsial kapital sosial dalam pengaruh kepuasan kerja terhadap tingkat SWB pustakawan dengan koefisien direct effect β=0,5936 (p=0,000, LLCI=0,4909 ULCI=0,6964), indirect effect β=0,1975 (LLCI=0,1324 ULCI=0,2717), dan total effect β=0,7912 (p=0,000, LLCI=0,6989 ULCI=0,8838) yang semuanya signifikan. Peran mediasi parsial menunjukkan bahwa kapital sosial memediasi hanya sebagian pengaruh kepuasan kerja terhadap tingkat SWB pustakawan. Intervensi dapat dilakukan dengan mengoptimasikan aspek-aspek kapital sosial para pustakawan yang masih minim kontribusi seperti kepemilikan jaringan atau keanggotaan pada organisasi profesi. Organisasi profesi pustakawan harus proaktif dalam memberikan advokasi kepada anggotanya terkait permasalahan yang dihadapi. Selain itu, organisasi profesi juga perlu meningkatkan benefit yang diberikan kepada anggotanya.. Lembaga perpustakaan perlu mendukung pustakawan dalam berjejaring dengan organisasi profesi dan lembaga lainnya melalui berbagai kanal, baik daring maupun luring. Manajemen perpustakaan juga dapat memfasilitasi pelatihan pengembangan diri pustakawan serta mendorong inovasi dalam penyelesaian tugas pokok dan fungsinya.
Deskripsi Lengkap