Tulisan ini membahas ketimpangan multispesies yang terjadi pada tiga lanskap
antroposen di Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Sejak perubahannya dari
perairan menjadi daratan sedimentasi, ekosistem alam Kampung Laut menghadirkan
lanskap mangrove, sawah sedimentasi, dan kebun Nusakambangan. Lanskap-lanskap itu
menawarkan daya tarik bagi petani untuk bercocoktanam maupun pelaku industri untuk
berinvestasi. Namun, ini berpotensi menjadi magnet ketimpangan sosial-ekologis
antarpetani maupun antarspesies non-manusia. Pendekatan antroposen tambal sulam
(patchy anthropocene) menawarkan analisis terhadap struktur yang tersemat pada
lanskap antroposen dengan fokus pada ketimpangan sosial yang nampak pada aktivitas
manusianya. Berbeda dari studi kepingan antroposen yang pernah ada, tulisan ini
mengeksplorasi struktur yang tersemat di antara lanskap-lanskap antroposen yang
menimbulkan ketimpangan multispesies. Tulisan ini mengumpulkan data melalui teknik
pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dan dokumentasi visual. Tulisan ini
berargumentasi bahwa akumulasi kekerabatan dan mode kapital lingkungan pada
pengelolaan lanskap-lanskap antroposen menghasilkan ketimpangan yang multispesies.
Kekerabatan dan kapitalisasi spesies adalah struktur lanskap utama yang memberikan
akses berupa modal sosial-ekonomi kepada petani tertentu sekaligus memungkinkannya
mengontrol petani lainnya, sementara akses itu juga dikontrol oleh konstruksi global
tentang krisis iklim. Rezim karbon menempatkan mangrove sebagai lanskap sekaligus
spesies non-manusia yang mendominasi mode produksi sekaligus memicu ketimpangan
multispesies terhadap lanskap sawah sedimentasi dan kebun Nusakambangan yang
berlangsung secara tumpang tindih dalam proses antroposen di Kampung Laut.
Deskripsi Lengkap