Bendungan Bener yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) membutuhkan bahan baku untuk pembangunannya. Kebutuhan lahan ini membuat Desa Wadas dipilih oleh pemerintah daerah sebagai daerah tambang batuan andesit. Tetapi, masyarakat Wadas menolaknya dengan alasan ruang hidup, potensi kerusakan lingkungan, dan memori kolektif yang dimiliki oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemicu terbentuknya Gempa Dewa dalam menolak pertambangan di Desa Wadas dan mendeskripsikan bentuk-bentuk resistensi yang dilakukan Gempa Dewa dalam penolakan terhadap penambangan batuan andesit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif dengan teori political opportunity structure (POS) dan teori resistensi. Penelitian ini menemukan bahwa Gempa Dewa dapat hadir karena adanya keterbukaan sistem politik yang diberikan oleh pemerintah daerah, untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Untuk melakukan perlawanannya, Gempa Dewa melakukan resistensi dalam bentuk aksi, seperti resistensi verbal, pemikiran, dan fisik. Serta, resistensi dalam bentuk oposisi yang dilakukan dengan memanfaatkan seni sebagai sarana perlawanan, melakukan penjagaan berkala, counter buzzer, menganyam besek, maupun Mujahadah. Tetapi, sekalipun beragam perlawanan telah dilakukan oleh Gempa Dewa, respons yang diberikan pemerintah daerah tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Karena pemerintah tetap menjalankan kebijakannya dengan menetapkan Desa Wadas sebagai lokasi tambang dan telah melakukan percobaan blasting, serta memanfaatkan tindakan represif untuk melemahkan perlawanan. Akibatnya, perlawanan yang dilakukan Gempa Dewa mulai melemah dan jumlah masyarakat yang menolak terus mengalami penurunan.
Deskripsi Lengkap