Deskripsi Lengkap

Skripsi
No. Panggil : SK-ANT 0018/2025 Kay b
Judul : Being in The Beauty Trap: Menjumpai Kembali ?The Feminine Mystique? pada Agensi Perempuan dalam Praktik Merias Wajah
Pengarang : Kayla Zuleika Fortunata
Strata :
Pembimbing : Irwan Martua Hidayana, M.A., Ph.D.
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Tahun : 2025
Open/Membership :
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
SK-ANT 0018/2025 Kay b 2025-0018 TERSEDIA
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82000
Sampul
Abstrak
Kayla Zuleika Fortunata Antropologi Sosial Being in The Beauty Trap: Menjumpai Kembali ?The Feminine Mystique? pada Agensi Perempuan dalam Praktik Merias Wajah ABSTRAK Menjadi cantik adalah tuntutan yang dibebankan kepada perempuan. Akibatnya, merias wajah adalah hal yang diajarkan, diekspektasikan, dan diwariskan kepada perempuan. Sebuah performa gender yang membentuk jati diri dari keperempuanan atau femininitas seseorang. Sifatnya terkadang sudah seperti primer, di mana beberapa perempuan tidak bisa berkegiatan di luar tanpa mengenakan riasan wajah. Merias wajah, merupakan manifestasi dari standar kecantikan dan femininitas yang opresif. Lantas, ketika merias wajah sudah bukan lagi sebuah pilihan, bagaimana para perempuan perias wajah mempraktikkan agensi mereka? Di era modern ini, tak sedikit perempuan yang menyatakan bahwa merias diri membuat mereka merasa lebih kuat dan berdaya. Saya mencoba menggunakan kacamata ?The Feminine Mystique? untuk melihat lebih dalam hal tersebut. Dengan mewawancarai dan melakukan observasi terhadap 3 perempuan kantoran perias wajah dengan latar belakang berbeda-beda serta merefleksikan bagaimana saya dibesarkan, saya mendapati bahwa setiap perempuan hampir pasti memiliki serangkaian pengalaman terkait penampilan fisik mereka yang kemudian mengarah kepada rendahnya nilai diri mereka, yang kemudian dinaikkan kembali dengan riasan wajah. Saya juga mendapati situasi-situasi yang membuktikan bahwa agensi perempuan perias wajah dipraktikkan sebagai wujud negosiasi mereka untuk tetap dapat diterima dan memiliki tempat di masyarakat. Pada situasi ini, perempuan memang mendapatkan kekuatannya melalui konformitas yang mereka lakukan