Pemerintah otoriter Orde Baru meninggalkan jejak pelanggaran HAM berat
karena kebijakan politik yang menindas warga negara. Peristiwa Tanjung Priok
merupakan salah satu pelanggaran HAM berat masa lalu yang menindas
kelompok Muslim yang kritis terhadap rezim. Dengan kerangka teori kriminologi
kritis, skripsi ini bertujuan untuk menelusuri pengalaman viktimisasi berlapis
anggota keluarga korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok tahun 1984
sebagai kejahatan negara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
paradigma kriminologi kritis dengan data primer berupa wawancara mendalam
dengan tiga anggota keluarga korban kasus Tanjung Priok 1984, serta data
sekunder dengan studi literatur. Hasil analisis menunjukkan bahwa para anggota
keluarga korban mengalami viktimisasi berlapis sejak peristiwa Tanjung Priok itu
sendiri terjadi pada tahun 1984 hingga pada masa kini, ketika negara telah
bertransisi dari pemerintahan yang otoriter. Viktimisasi berlapis tersebut dialami
oleh para anggota keluarga korban dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari
kehidupan sosial, kondisi finansial, kondisi psikologis, hingga kedudukan di mata
hukum dalam proses persidangan ad hoc yang telah dijalankan. Ini merupakan
suatu bentuk kejahatan politik yang dilakukan oleh negara, baik dalam tindakan
yang sengaja maupun dalam bentuk pengabaian. Adanya otoritarianisme dari
negara sejak dari masa lalu hingga tidak adanya pertanggungjawaban negara di
masa kini untuk menyelesaikan kejahatan di masa lalu tersebut menciptakan
viktimisasi berlapis yang dialami oleh keluarga korban hingga hari ini. Prinsip-
prinsip keadilan transisi yang gagal diwujudkan hingga hari ini menunjukkan
bahwa negara terus melanggengkan impunitas para pelaku dan tidak menunjukkan
political will dalam pemerintahan yang demokratis untuk memulihkan kerugian
para anggota keluarga korban.
Deskripsi Lengkap