Keterlibatan Indonesia dalam promosi hak asasi manusia (HAM) di forum PBB
mengalami intensifikasi pasca-reformasi, namun sering kali suara Indonesia terhadap
resolusi-resolusi bersifat ambivalen. Perilaku Indonesia ini menimbulkan pertanyaan
mengenai pola pemberian suara dan kepentingan Indonesia dalam pengelolaan isu-isu
HAM melalui PBB. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan
kerangka konsep pola voting Pascoe dan Bae (2020) yang memproposisikan tiga faktor
sebagai pembentuk suara negara dalam voting, yakni afinitas, kalkulasi terhadap
konsekuensi pemberian suara, serta sosialisasi nilai dalam kebijakan luar negeri.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif regresi dan wawancara mendalam untuk
melihat hubungan ketiga faktor tersebut dengan 1.084 suara yang telah diberikan
Indonesia di Majelis Umum dan Dewan HAM PBB sejak awal keanggotaannya di Dewan
HAM saat Indonesia dipimpin oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan
Joko Widodo (2006?24). Hasil olah statistik terhadap sebaran suara Indonesia
mengungkap bahwa afinitas Indonesia terhadap negara berkembang serta perubahan
pendekatan kebijakan luar negeri (KLN) di era presiden SBY dan Widodo secara aktif
membentuk perilaku suara Indonesia. Analisis lebih lanjut terhadap temuan kuantitatif ini
menunjukkan bahwa Indonesia berkepentingan untuk mereposisi rezim pengelolaan isu
HAM internasional yang dianggap terpolitisasi dan timpang terhadap negara-negara
berkembang. Sementara itu, secara statistik, performa domestik Indonesia tidak secara
signifikan memengaruhi suara Indonesia di PBB. Temuan yang tidak konsisten dengan
proposisi Pascoe dan Bae diinvestigasi melalui wawancara dan studi dokumen yang
mengungkap bahwa Indonesia tetap memperhitungkan konsekuensi dari pilihan suaranya
dalam voting di PBB. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola suara Indonesia
bersifat dinamis karena dibentuk oleh interaksi afinitas terhadap negara berkembang,
kalkulasi konsekuensi dari performa domestik Indonesia, dan pendekatan KLN kedua
presiden. Pengaruh ketiga faktor ini memperlihatkan bahwa Indonesia memperjuangkan
kepentingan nasionalnya secara mandiri. Hal ini konsisten dengan prinsip ?bebas-aktif?
yang diperjuangkan dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan demikian, hasil
penelitian ini berkontribusi terhadap kajian perilaku Indonesia di PBB dan terhadap studi
kebijakan luar negeri Indonesia.
Deskripsi Lengkap