Deskripsi Lengkap

Skripsi
No. Panggil : SK-SOS 0032/2025 Fra m
Judul : Merdeka Belajar, Terkekang Bergerak: Hegemoni dan Negosiasi Nilai dalam Ruang Organisasi Mahasiswa
Pengarang : Fransiskus Loris Gultom
Strata :
Pembimbing : Dr. Drs. Hari Nugroho, M.A
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik
Tahun : 2025
Open/Membership :
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
SK-SOS 0032/2025 Fra m 2025-0037 TERSEDIA
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82154
Sampul
Abstrak
Penelitian ini membahas perubahan lanskap gerakan mahasiswa di Indonesia, khususnya di lingkungan kampus pascareformasi. Jika dahulu gerakan mahasiswa identik dengan keterlibatan kolektif dan konsistensi aktivisme politik, saat ini keterlibatan mahasiswa dalam gerakan sosial-politik cenderung bersifat jangka pendek dan terfragmentasi. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai faktor-faktor struktural yang memengaruhi pola partisipasi mahasiswa, termasuk di antaranya kebijakan pendidikan tinggi seperti Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Penelitian ini berargumen bahwa MBKM, meskipun memberikan ruang eksplorasi kegiatan non-akademik dan pengembangan diri, secara hegemonik turut menginternalisasi nilai-nilai individualistik seperti produktivitas, portofolio, dan kesiapan kerja. Dalam konteks ini, organisasi mahasiswa memainkan peran penting: sebagian beradaptasi dengan logika MBKM, sebagian mencoba menegosiasinya, dan sebagian lain tetap mempertahankan orientasi kritisnya. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana MBKM bekerja sebagai instrumen hegemoni dalam membentuk orientasi mahasiswa, serta bagaimana organisasi mahasiswa meresponsnya dan memengaruhi keberlangsungan gerakan sosial-politik di kampus. Lebih jauh, penelitian ini juga menggunakan konsep alter-activism untuk membaca bentuk-bentuk baru partisipasi politik mahasiswa yang bersifat cair, non-hierarkis, dan berbasis pengalaman subjektif serta ekspresi simbolik. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun organisasi mahasiswa mengalami depolitisasi, bentuk-bentuk resistensi tetap bertahan melalui praktik sosial yang lebih fleksibel dan kultural.