Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa Hak Angket Penyelenggaraan Haji
2024 dapat diterima sebagai instrumen pengawasan legislatif, meskipun berlangsung
dalam konteks melemahnya oposisi akibat dominasi oversized coalition. Dengan
menggunakan konsep oversized coalition dari Meireles (2016), penelitian ini
menunjukkan bahwa konfigurasi kekuasaan yang terlalu gemuk di parlemen (di mana
hampir seluruh partai bergabung dalam koalisi pemerintahan) telah menyebabkan fungsi
pengawasan legislatif kehilangan daya tekan politik. Fungsi pengawasan dijalankan
secara prosedural melalui pembentukan Pansus Angket Haji. Dorongan utama
pembentukan tersebut tidak berasal dari inisiatif internal legislatif semata, melainkan
juga dari tekanan publik yang masif. Dalam hal ini, model fire alarm oversight tampil
dominan dibandingkan police patrol oversight. Keluhan jemaah, ekspos media, serta
kritik masyarakat menjadi pemicu utama lahirnya usulan hak angket, yang kemudian
direspons DPR secara institusional. Temuan lain menunjukkan bahwa dinamika internal
partai, relasi antar aktor politik, dan konteks menjelang tahun politik turut membayangi
proses pengawasan. Dengan demikian, pada akhirnya pelaksanaan hak angket
penyelenggaraan haji tahun 2024 cenderung bersifat prosedural semata karena kuatnya
dominasi koalisi yang pragmatis dan dinamika politik internal di DPR.
Deskripsi Lengkap