Pembangunan ruang kota-kota besar, termasuk Jakarta, dalam beberapa dekade
terus meluas ke kawasan pinggiran, seperti pesisir dan kepulauan. Namun, studi-
studi politik pertumbuhan kota masih dominan berfokus pada kawasan inti (urban
core) sehingga mengabaikan dinamika di wilayah pesisir. Penelitian ini mengkaji
pembangunan kawasan pesisir sebagai bagian dari proses politik yang melibatkan
koalisi pertumbuhan (growth coalition) yang terbentuk secara informal dalam
mendukung pertumbuhan kota sekaligus menjadikan kota sebagai mesin
pertumbuhan (urban growth machine). Penelitian ini bertujuan menunjukkan peran
koalisi pertumbuhan dalam pembangunan ruang maupun kawasan di Pulau Pari,
serta implikasinya terhadap konflik tenurial yang terjadi. Pendekatan yang
digunakan bersifat kualitatif dengan mengkombinasikan data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam pada beberapa informan kunci
yang terlibat langsung dalam konflik, sementara data sekunder dikumpulkan dari
dokumen regulasi, hasil penelitian terdahulu, dan pemberitaan media. Studi ini juga
memetakan struktur penguasaan pulau-pulau di Kepulauan Seribu oleh koalisi
pertumbuhan yang dipetakan melalui analisis jaringan sosial. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Pulau Pari telah dijadikan mesin pertumbuhan oleh koalisi
pertumbuhan karena adanya instrumen sumber daya yang dapat dikapitalisasi.
Selanjutnya, konflik tenurial yang terjadi di Pulau Pari disebabkan oleh bentrokan
antara koalisi pertumbuhan dengan masyarakat lokal dalam mengakses sumber
daya milik bersama (common-pool resources) berbentuk sumber daya pariwisata.
Deskripsi Lengkap