Korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sangat merugikan
stabilitas sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Meskipun upaya pemberantasan
korupsi telah dilakukan melalui berbagai instrumen hukum, efektivitasnya masih
kurang optimal. Salah satu kebijakan yang semakin ditekankan dalam
pemberantasan korupsi adalah perampasan aset yang bertujuan untuk memastikan
bahwa pelaku korupsi tidak dapat menikmati hasil tindak pidananya. Pendekatn
penelitian ini adalah kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah
Regulatory Impact Analysis. Wawancara dilakukan kepada narasumber dari
lembaga terkait seperti Pemerintah, DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan Agung dan Ahli Kriminologi dan
Hukum. Penelitian ini juga menggunakan studi literatur terkait dengan kebijakan
perampasan aset dan pengalaman negara-negara lain dalam mengimplementasikan
kebijakan serupa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan perampasan aset
dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset di Indonesia, yang
mengadopsi model Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB), berpotensi
memberikan efek jera yang lebih kuat bagi pelaku tindak pidana korupsi dengan
menghilangkan keuntungan yang diperoleh secara ilegal sebelum adanya putusan
pidana yang inkracht. Efektivitas kebijakan ini bergantung pada implementasi yang
tepat, termasuk penyitaan awal pada tahap penyidikan dan pengawasan yang ketat
terhadap hak pihak ketiga. Kebijakan ini juga dapat berdampak positif dalam
pengurangan tingkat korupsi dalam jangka panjang dengan memutus mata rantai
keuntungan korupsi, mempercepat pemulihan aset negara, dan meningkatkan
transparansi serta akuntabilitas sistem hukum.
Deskripsi Lengkap