Deskripsi Lengkap

Tesis
No. Panggil TS-POL 005/2025 Ray k
Judul Keamanan Siber dan Politik Ancaman: Studi Pengendalian Peretasan Data Oleh BSSN, Dittipidsiber, dan Kementerian Kominfo di BPJS Kesehatan Tahun 2021.
Pengarang Rayhan Alevrido
Penerbit dan Distribusi 2025
Subjek
Kata Kunci Keamanan Siber, Politik Ancaman, Relational Governance.
Lokasi Gedung MBRC Lantai 2
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
TS-POL 005/2025 Ray k 2025-0005 TERSEDIA
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82277
Sampul
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika tata kelola keamanan siber di Indonesia melalui studi kasus pengendalian insiden peretasan data BPJS Kesehatan tahun 2021, dengan menekankan bagaimana relasi antar lembaga negara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terbentuk atau gagal terbentuk dalam kerangka relational governance. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis studi kasus, penelitian ini mengkaji proses koordinasi lintas lembaga, konfigurasi otoritas simbolik, dan politik representasi ancaman dalam konteks krisis digital nasional. Temuan utama menunjukkan bahwa negara tidak berhasil membangun relational governance yang adaptif dan responsif. Koordinasi antar lembaga negara terhambat oleh fragmentasi sektoral, ketidakhadiran simpul koordinatif, serta lemahnya kapasitas artikulatif untuk membingkai insiden sebagai ancaman strategis nasional. BSSN, meskipun memiliki mandat formal, tidak memiliki otoritas eksekutorial yang cukup untuk memimpin koordinasi lintas lembaga. Kominfo cenderung menjalankan fungsi komunikasi publik secara sektoral, sementara Dittipidsiber berfokus pada aspek teknis-penegakan hukum tanpa integrasi strategi nasional. Ketiadaan figur kelembagaan sebagai securitizing actor menyebabkan kegagalan sekuritisasi dan kekosongan narasi krisis, yang pada akhirnya mengikis legitimasi negara di ruang digital. Penelitian ini berkontribusi secara teoritis terhadap perluasan konsep relational governance (Cavelty, 2008) dalam konteks negara demokrasi berkembang, dengan menekankan pentingnya relational asymmetry, discursive leadership, dan infrastruktur koordinatif dalam membentuk respons negara terhadap ancaman siber. Selain itu, studi ini menyoroti bahwa kegagalan koordinasi dalam pengelolaan krisis digital bukan semata disebabkan oleh defisit teknokratik, melainkan mencerminkan krisis politik dalam representasi ancaman dan erosi otoritas simbolik negara. Dengan demikian, tata kelola keamanan siber di Indonesia memerlukan reformasi kelembagaan yang bukan hanya struktural, tetapi juga artikulatif dan relasional.