Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika tata kelola keamanan siber
di Indonesia melalui studi kasus pengendalian insiden peretasan data BPJS
Kesehatan tahun 2021, dengan menekankan bagaimana relasi antar lembaga
negara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Direktorat Tindak Pidana Siber
(Dittipidsiber), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)
terbentuk atau gagal terbentuk dalam kerangka relational governance. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis studi kasus, penelitian ini mengkaji
proses koordinasi lintas lembaga, konfigurasi otoritas simbolik, dan politik
representasi ancaman dalam konteks krisis digital nasional. Temuan utama
menunjukkan bahwa negara tidak berhasil membangun relational governance
yang adaptif dan responsif. Koordinasi antar lembaga negara terhambat oleh
fragmentasi sektoral, ketidakhadiran simpul koordinatif, serta lemahnya kapasitas
artikulatif untuk membingkai insiden sebagai ancaman strategis nasional. BSSN,
meskipun memiliki mandat formal, tidak memiliki otoritas eksekutorial yang
cukup untuk memimpin koordinasi lintas lembaga. Kominfo cenderung
menjalankan fungsi komunikasi publik secara sektoral, sementara Dittipidsiber
berfokus pada aspek teknis-penegakan hukum tanpa integrasi strategi nasional.
Ketiadaan figur kelembagaan sebagai securitizing actor menyebabkan kegagalan
sekuritisasi dan kekosongan narasi krisis, yang pada akhirnya mengikis legitimasi
negara di ruang digital. Penelitian ini berkontribusi secara teoritis terhadap
perluasan konsep relational governance (Cavelty, 2008) dalam konteks negara
demokrasi berkembang, dengan menekankan pentingnya relational asymmetry,
discursive leadership, dan infrastruktur koordinatif dalam membentuk respons
negara terhadap ancaman siber. Selain itu, studi ini menyoroti bahwa kegagalan
koordinasi dalam pengelolaan krisis digital bukan semata disebabkan oleh defisit
teknokratik, melainkan mencerminkan krisis politik dalam representasi ancaman
dan erosi otoritas simbolik negara. Dengan demikian, tata kelola keamanan siber
di Indonesia memerlukan reformasi kelembagaan yang bukan hanya struktural,
tetapi juga artikulatif dan relasional.
Deskripsi Lengkap