Deskripsi Lengkap

PengarangDhea Febrina
JudulAktivisme Digital di Era Mediatisasi Mendalam dalam Gerakan Kolektif Berbasis Media "Peringatan Darurat Indonesia"
Pembimbing/SupervisorInaya Rakhmani, Ph.D.
Bahasa UtamaIndonesia
AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana aktivisme digital mengonstruksi gerakan kolektif berbasis media "Peringatan Darurat Indonesia", yang viral pada 21 Agustus 2024 sebagai bentuk penolakan publik terhadap rencana revisi UU Pilkada oleh DPR RI. Menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivis, penelitian ini memandang teknologi media sebagai institusi yang tidak terpisahkan dalam masyarakat dan menjadi bagian integral dalam pembentukan realitas sosial dan praktik komunikasi. Data diperoleh melalui observasi, wawancara semi terstruktur dengan 12 informan yang terlibat dalam gerakan secara daring dan/atau luring, serta observasi dokumen. Teori mediatisasi mendalam dari Couldry dan Hepp (2017) dan kerangka analisis komunikasi dan media dalam gerakan berbasis media sosial dari Lim (2018) digunakan sebagai landasan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran algoritmik platform perlu diimbangi dengan pembentukan identitas kolektif yang solid agar pemaknaan simbolik di ruang digital dapat dimaterialisasikan menjadi aksi kolektif di ranah fisik. Pada fase imajiner, para informan dengan latar belakang dan motivasi berbeda secara aktif menjalankan mekanisme perantaraan dan penjembatanan untuk membagikan narasi politik demi membangun identitas kolektif yang solid. Simbol "Garuda Biru" dan tagar #KawalPutusanMK menjadi salah satu strategi dalam fase praktik untuk membingkai isu secara lebih afektif dan dapat lebih diterima logika media. Para informan juga melakukan platform swinging menggunakan multi-platform sesuai karakteristiknya untuk memperluas jangkauan komunikasi. Di fase trajektori, karakteristik rizomatik gerakan yang berjangka pendek dan sporadis serta ancaman buzzer yang dirasakan informan menjadi tantangan mempertahankan siklus gerakan. Namun, pemanfaatan media sosial untuk konsolidasi sebelum aksi, koordinasi saat aksi, dan melakukan evaluasi setelah aksi di lapangan, pada akhirnya mempertahankan momentum gerakan. Meski tanpa struktur hierarkis, penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh elite digital dan organisasi sipil-politik tetap memiliki modal sosial lebih untuk memantik gerakan. Kehadiran aktor-aktor baru, seperti akun anonim dan komunitas simpul relawan, turut menandai demokratisasi partisipasi dalam gerakan protes kontemporer. Hasil penelitian ini memberikan preseden positif bagi efektivitas gerakan digital, meskipun keberhasilannya bersifat kontekstual dan tidak sepenuhnya dapat direplika. Penelitian ini ditutup dengan menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara kelompok aktivis tradisional, seperti organisasi sipil-politik dan organisasi kemahasiswaan, dengan aktor-aktor-aktor baru untuk memperluas jejaring sosial dan merawat komunitas gerakan di tengah ancaman kemunduran demokrasi Indonesia.
Jenis Bahankarya akademis
Kode BahasaIND
No. Induk2025-0026
Catatan Umum
No. Barkod2025-0026
Kata KunciAktivisme digital, identitas kolektif, mediatisasi mendalam, pemaknaan simbolik, platform-swinging
Kota TerbitDepok
Tahun2025
Subjek
Tahun Buka Akses
Catatan Bibliografi
PenerbitFakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik
PemilikJKUNINDFISIPUI
Pembatasan Akses
LokasiGedung MBRC Lantai 2
Catatan Disertasi
Akses dan Lokasi Elektronik
Sumber KoleksiKewajiban Mahasiswa
Deskripsi Fisik
Catatan Bahasa
No. PanggilTS-KOM 0026/2025 Dhe a
Ketersediaan
Nomor Panggil No. Barkod Ketersediaan
TS-KOM 0026/2025 Dhe a 2025-0026 TERSEDIA
Ulasan Anggota
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82369
Sampul
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana aktivisme digital mengonstruksi gerakan kolektif berbasis media "Peringatan Darurat Indonesia", yang viral pada 21 Agustus 2024 sebagai bentuk penolakan publik terhadap rencana revisi UU Pilkada oleh DPR RI. Menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivis, penelitian ini memandang teknologi media sebagai institusi yang tidak terpisahkan dalam masyarakat dan menjadi bagian integral dalam pembentukan realitas sosial dan praktik komunikasi. Data diperoleh melalui observasi, wawancara semi terstruktur dengan 12 informan yang terlibat dalam gerakan secara daring dan/atau luring, serta observasi dokumen. Teori mediatisasi mendalam dari Couldry dan Hepp (2017) dan kerangka analisis komunikasi dan media dalam gerakan berbasis media sosial dari Lim (2018) digunakan sebagai landasan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran algoritmik platform perlu diimbangi dengan pembentukan identitas kolektif yang solid agar pemaknaan simbolik di ruang digital dapat dimaterialisasikan menjadi aksi kolektif di ranah fisik. Pada fase imajiner, para informan dengan latar belakang dan motivasi berbeda secara aktif menjalankan mekanisme perantaraan dan penjembatanan untuk membagikan narasi politik demi membangun identitas kolektif yang solid. Simbol "Garuda Biru" dan tagar #KawalPutusanMK menjadi salah satu strategi dalam fase praktik untuk membingkai isu secara lebih afektif dan dapat lebih diterima logika media. Para informan juga melakukan platform swinging menggunakan multi-platform sesuai karakteristiknya untuk memperluas jangkauan komunikasi. Di fase trajektori, karakteristik rizomatik gerakan yang berjangka pendek dan sporadis serta ancaman buzzer yang dirasakan informan menjadi tantangan mempertahankan siklus gerakan. Namun, pemanfaatan media sosial untuk konsolidasi sebelum aksi, koordinasi saat aksi, dan melakukan evaluasi setelah aksi di lapangan, pada akhirnya mempertahankan momentum gerakan. Meski tanpa struktur hierarkis, penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh elite digital dan organisasi sipil-politik tetap memiliki modal sosial lebih untuk memantik gerakan. Kehadiran aktor-aktor baru, seperti akun anonim dan komunitas simpul relawan, turut menandai demokratisasi partisipasi dalam gerakan protes kontemporer. Hasil penelitian ini memberikan preseden positif bagi efektivitas gerakan digital, meskipun keberhasilannya bersifat kontekstual dan tidak sepenuhnya dapat direplika. Penelitian ini ditutup dengan menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara kelompok aktivis tradisional, seperti organisasi sipil-politik dan organisasi kemahasiswaan, dengan aktor-aktor-aktor baru untuk memperluas jejaring sosial dan merawat komunitas gerakan di tengah ancaman kemunduran demokrasi Indonesia.