Komunitas diaspora Jawa-Suriname hidup dalam lingkungan multibudaya yang sering
kali menempatkan mereka dalam posisi subordinat. Minimnya kajian mengenai
identitas kebudayaan generasi muda diaspora Jawa-Suriname, terutama dalam konteks
negosiasi identitas, menjadi celah akademis yang perlu diisi. Penelitian ini bertujuan
untuk menggali pemahaman dan pengalaman negosiasi identitas budaya generasi
keempat diaspora Jawa-Suriname yang aktif dalam kelas budaya Kedutaan Besar
Republik Indonesia di Paramaribo di ruang-ruang sosial. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, dengan desain embedded multiple-case study, berlandaskan pada
paradigma interpretatif, dan teori negosiasi identitas integratif. Data dikumpulkan
melalui wawancara mendalam dan penulisan buku harian oleh empat orang informan
yang diposisikan sebagai unit analisis. Temuan menunjukkan bahwa identitas budaya
dipahami secara reflektif dan dinamis, terus dikembangkan dan bukan semata-mata
diwariskan. Dalam ruang kelas budaya, identitas dinegosiasikan melalui simbol-simbol
budaya seperti bahasa, tata krama, dan busana. Di ruang keluarga, negosiasi identitas
terjadi negosiasi identitas lintas generasi yang bersumber dari anak ke orang tua. Pada
ruang profesional, informan menegosiasikan ekspresi identitas mereka secara selektif
dan kontekstual. Penelitian ini menegaskan bahwa identitas diaspora adalah hasil dari
pilihan, interaksi, dan refleksi yang terus-menerus dibentuk oleh pengalaman sosial.
Hasil ini memperluas pemahaman tentang bagaimana identitas dijalani, dinegosiasikan,
dan dipertahankan oleh generasi keempat Jawa-Suriname.
Deskripsi Lengkap