Kejahatan dengan kebencian (hate crime) merupakan bentuk kejahatan yang dilandasi
oleh prasangka (prejudice). Keberadaan hate crime dimaksudkan untuk memisahkan
pelaku kejahatan yang dimotivasi oleh emosi, kecemburuan, keserakahan, hingga afiliasi
tertentu. Salah satu manifestasi cybercrime dalam lingkup hate crime adalah munculnya
gelombang cyberhate. Cyberhate menghadirkan pergerakan global atas dasar prasangka
kebencian. Lingkup cyberhate memiliki korelasi dengan konteks geografis, platform
media sosial yang digunakan dan perspektif terhadap dinamika sentimen isu. Oleh karena
itu, permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada tiga aspek, yakni maraknya
cyberhater, relevansi dengan media sosial, dan pola konten dalam konteks. Metodologi
menggunakan pendekatan kualitatif melalui upaya elaborasi beragam temuan data
penelitian dalam satu kesimpulan akhir. Pencarian data dalam penelitian ini
menggunakan metode social network analysis (SNA), studi dokumen, wawancara, dan
focus group discussion (FGD). Penelitian ini menggunakan berbagai proposisi dalam
kerangka teoretis guna menyusun tipologi cyberhater, antara lain new media literacy
framewrok, typology of criminal behavior systems, space transition theory of cyber crime,
routine activity theory, hingga situational action theory. Celah dalam tipologi cyberhater,
dalam konteks Indonesia, dapat diklasifikasikan atas pelaku amatir dan profesional. Hasil
dari penelitian yakni maraknya cyberhater dilatarbelakangi tingginya penetrasi pengguna
media sosial, pemanfaatan isu yang didominasi konten political online hate, online
religious hate speech, dan online racism. Kemudian, penambahan tipe pelaku dalam
tipologi cyberhater yakni troller yang identifk dengan public order criminal dan buzzer
yang identifk dengan professional criminal behavior. Oleh karena itu, rumusan tipologi
cyberhater tersebut dapat menjadi referensi teoretis dan praktis dalam upaya
pengendalian kejahatan siber di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan cyberhate.
Deskripsi Lengkap